Selain itu, ada 20 editor jilid dan 3 editor umum juga dilibatkan dalam proyek penulisan ulang sejarah.
Fadli menjamin, penulis ulang sejarah ini bukan berarti menulis ulang dari nol. Pihaknya hanya tidak menjadikan buku berperspektif kolonial sebagai acuan sejarah Indonesia.
"Tentu saja bukan dari nol. Jadi buku-buku ini menjadi suatu acuan utama, begitu juga Indonesia, dalam arus sejarah dan sejarah nasional Indonesia. Tentu buku Belanda ini tidak kita jadikan acuan. Dan ini mengungkap secara garis besar sekali lagi, aspek kehidupan, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain," katanya.