Pendekatan utama dalam komunikasi yang mendesak dilakukan saat ini adalah sosialisasi vaksin berbasis komunitas. Masyarakat Indonesia, secara sosiologis adalah masyarakat paguyuban. Oleh karenanya, sosialisasi ke kantong-kantong warga untuk mendapatkan pemahaman bersama mutlak harus dilakukan. Komunitas akademis, kepemudaan, keagamaan, kebudayaan dan lain perlu didekati dengan cara yang tepat.
Siapa yang menjadi target sasaran pesan? Memersuasi komunitas Gen Y dan Z dengan Gen X atau babyboomers tentu saja akan sangat berbeda. Selain itu, perlu menjaga ruang informasi di media massa dan media sosial dengan cara mengisi narasi tentang vaksinasi yang akan dikonsumsi khalayak. Kata kunci dan pesan-pesan yang mudah dipahami menjadi kunci. Terlebih di era digital, ketika informasi yang mudah dicernalah yang akan mendapat tempat untuk dibagikan dan diviralkan.
Hal yang penting dijaga dan dikelola pemerintah dalam konteks berkomunikasi dengan masyarakat, tentunya menyangkut kepercayaan publik yang tidak bisa serta merta ada dan menguat tanpa adanya komunikasi efektif, terutama dengan masyarakat awam. Paling tidak ada empat strategi yang bisa mendukung sosialisasi vaksinasi yang digencarkan pemerintah saat ini.
Pertama, terus-menerus mengelola narasi yang penting dan mudah dipahami masyarakat lintas strata. Terutama untuk menyentuh pemahaman dan mendorong ketergerakan akan pentingnya vaksinasi dalam mengatasi pandemi.
Kedua, kontra narasi, yakni dengan merespons sekaligus menangkal serangan-serangan yang mendelegitimasi atau menyudutkan upaya vaksinasi ini. Kontra narasi ini bisa dimasifkan di media sosial karena biasanya serangan yang intens muncul dan menyebar di media sosial. Strategi memviralkan kontra narasi untuk mendapat gema atau resonansi di para netizen, sekaligus memperbesar potensi amplifikasi di media massa menjadi pola yang biasa terjadi dalam pertarungan opini.
Ketiga, komunikasi melalui orang maupun organisasi yang berpengaruh di masyarakat luas. Ini semacam strategi melalui influencer di media sosial. Tak bisa dinafikan sosok seperti para dai dan para tokoh agama yang rajin terjun di masyarakat, para akademisi yang rajin mengisi forum-forum, para penyuluh, para budayawan, tokoh adat dan lain-lain menjadi para pembuat opini yang bisa memperluas jangkauan dan pengaruh pesan.
Keempat, jangan abaikan juga komunikasi lintas sektor kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun daerah. Jangan sampai antara pemerintah pusat dan daerah berbeda-beda kebijakan maupun implementasi programnya. Nah yang jelas, untuk menyukseskan program nasional seperti vaksinasi di tengah ketidakpastian dan ketidaknyamanan seperti sekarang akan mendapatkan banyak tantangan.*
*Artikel ini telah tayang di KORAN SINDO