JAKARTA, iNews.id - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari menyampaikan adanya kemungkinan penggunaan sistem proporsional tertutup untuk pemilihan umum (Pemilu). Anggota Tim Ahli Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Henry Indraguna pun angkat bicara soal wacana tersebut.
Henry menegaskan sistem itu bakal merugikan rakyat karena mereka tidak mengenal siapa yang bakal mewakili suara mereka.
"Jika kembali ke sistem proporsional tertutup, yang terjadi tampilnya anggota-anggota parlemen yang tidak dikenal oleh rakyat yang diwakilinya. Karena rakyat hanya memilih tanda gambar partai, dan siapa yang terpilih berdasarkan nomor urut teratas yang ditentukan oleh parpol," ujar Henry yang juga anggota Dewan Pakar DPP Partai Golkar, Sabtu (31/12/2022).
Dia menjelaskan yang akan muncul yaitu kader-kader yang dekat dengan pimpinan parpol dan tidak mengakar ke rakyat. Sistem itu menurutnya bakal membuat oligarki partai merajalela dan hak rakyat untuk memilih langsung wakilnya dikebiri.
"Dalam sistem proporsional tertutup, perjuangannya adalah bagaimana mendapatkan nomor urut kecil, kalau bisa dapat nomor urut 1. Maka, resepnya dekat kepada pimpinan partai. Dekat kepada rakyat tidak penting, yang penting branding partai tetap kuat di dapil," ujar Henry.
"Cukup hanya tokoh utama partai yang berkampanye keliling. Partai menang, caleg nomor urut 1 terpilih. Kasihan caleg nomor 2 yang kerja keras mungkin tidak terpilih. Sementara nomor urut 3 dan seterusnya cuma pelengkap, hampir tidak ada harapan terpilih," ujar Henry.
Dia menyebut sistem proporsional terbuka memang mengakibatkan biaya politik tinggi karena persaingan antarcalon di dalam partai. Bahkan ada yang mengaitkannya dengan politik uang. Padahal politik uang tidak berasal dari sistem pemilu, tapi justru pada budaya politik masyarakat dan elite itu sendiri.
Henry menyampaikan soal politik biaya tinggi itu relatif, tergantung orangnya dan daerahnya, serta campaign financing system. Dia menegaskan sekarang ada media sosial (medsos) yang bisa digunakan secara gratis untuk mengenalkan diri.
"Yang jelas, sistem proporsional terbuka menghasilkan anggota parlemen yang akuntabilitasnya kuat kepada rakyat. Kalau pun sudah terpilih, tidak ada jaminan dia bisa terpilih kembali, biar pun dapat nomor urut 1. Tergantung bagaimana penilaian rakyat terhadap kinerjanya sebagai wakil rakyat," tutur Henry.