"Aturannya itu terlalu mudah dan terlalu ringan untuk yang BEV, sedangkan kita misalkan (TKDN) Avanza (ICE) 80 persen. Dia itu komponennya harus disuplai dari lokal, jadi akan tumbuh banyak pabrik, pabrik kodi, pabrik steering, dan lainnya," ujarnya.
Diungkapkan Rachmat, dari batas minimal nilai TKDN tersebut, sebesar 30 persen dihitung dari aktivitas assembling atau perakitan. Tidak banyak komponen buatan Indonesia yang digunakan pada kendaraan tersebut.
"Kalau BEV peraturannya ini misalkan hanya dirakit di Indonesia, (sudah dapat) 30 persen TKDN, kalau begitu impor saja semua (komponennya) kan assembling sudah dapat 30 persen," katanya.