Kesederhanaan tersebut juga tertuang pada logo perusahaan yang dibuat sang pendiri PO Pelita Mas. Usaha ini memiliki logo obor, dan juga api yang menyala pada livery bus dengan kombinasi warna kuning, merah, dan putih.
“Anehnya juga, dulu saya sempet nanya ke kakek saya kok simbolnya obor api? Dia jawab, ‘loh iya, kan kayak kehidupan. Obor enggak bisa hidup terus’. Jadi semangatnya seperti itu,” ujar Harry.
Filosofi itu sebenarnya sudah sempat terjadi dalam perjalanan PO Pelita Mas ketika mencoba membuka jalur Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Namun, tak berhasil dan harus menutup trayek sehingga kembali fokus pada jalur AKDP.
“Tahun 88 atau 89, pernah ada bus Malang-Jakarta. Tapi, bapak saya itu merasa manajemennya itu kok ribet ya. Sempet punya empat bus. Tapi nggak lama, terus kembali ke truk lagi,” ucapnya.
Sejak 1990-an, Harry mulai duduk di kursi kepemimpinan PO Pelita Mas dan mengerjakan segalanya sendiri. Itu diturunkan sang kakek yang lebih percaya jika segala sesuatu dikerjakan sendiri.
“Awalnya, saya disuruh bongkar mesin, tapi mesin motor. Saya diminta ganti kopling, saya kerjakan sampe akhirnya berhasil. Sampai sekarang kalau ada apa-apa saya kerjakan sendiri,” ujarnya.
Pelita Mas juga memiliki bengkel yang dikelola sang adik, Mamat. Menariknya, Harry mengungkapkan apabila bus PO Pelita Mas ingin melakukan service di bengkel, harus membayar, dan begitu juga sebaliknya jika bengkel ingin menyewa bus harus membayar.