Menurut Sani, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Hanya para pengusaha bus yang mengetahui bahan bakar yang dibutuhkan. Sebab itu, pemerintah harusnya menggandeng IPOMI dan Organda dalam menggodok aturan.
“Contoh sederhana BBM, kebijakan yang membatasi pembelian solar untuk angkutan umum 200 liter per hari. Itu tidak relevan dengan pertumbuhan infrastruktur di mana waktu tempuh lebih singkat, namun jaraknya tidak selisih banyak,” kata Sani.
“Ini yang menjadi tantangan IPOMI dan Organda. Kami berharap pemerintah dalam proses membuat regulasi melibatkan kami dan mengakomodir kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPC Organda Jepara Muhammad Iqbal bin Tosin juga mengeluhkan kebijakan pembatasan pembelian Solar 200 liter per hari. Menurutnya, ini memberatkan PO kecil dan pengusaha bus pariwisata.