Sebaliknya, dia mendorong agar IOC membuka ruang dialog dengan semua negara anggota, termasuk Indonesia, untuk mencari solusi yang adil. Langkah dialog ini, menurutnya, jauh lebih konstruktif dibanding memberikan sanksi atau seruan boikot.
“IOC diharapkan membuka ruang dialog dengan seluruh anggotanya untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak, termasuk bagi negara-negara yang memiliki prinsip solidaritas terhadap Palestina,” ujarnya menambahkan.
Lalu juga meminta pemerintah bersama Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), dan lembaga terkait lainnya agar aktif melakukan diplomasi olahraga. Diplomasi tersebut penting untuk memastikan Indonesia tetap dipercaya sebagai tuan rumah berbagai ajang olahraga internasional di masa depan.
“Indonesia memiliki komitmen tinggi terhadap kemajuan olahraga dunia dan selalu siap menjadi tuan rumah yang baik. Kami berharap diplomasi dan komunikasi antar-lembaga olahraga terus dijaga agar kepentingan nasional dan prinsip kemanusiaan tetap berjalan beriringan,” katanya.
Sebelumnya, Dewan Eksekutif IOC (EB IOC) mengeluarkan empat keputusan yang dianggap sebagai bentuk sanksi terhadap Indonesia. Langkah itu diambil setelah pemerintah menolak visa atlet Israel yang dijadwalkan tampil di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Indonesia Arena, Jakarta, pada 19–25 Oktober 2025.
Keputusan tersebut memicu reaksi keras dari Federasi Senam Israel yang sempat mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Namun, banding itu ditolak, dan IOC akhirnya mengeluarkan imbauan kepada semua federasi internasional agar tidak menggelar event di Indonesia sampai ada jaminan akses bagi seluruh atlet, tanpa memandang kewarganegaraan.
Seruan itu memunculkan keprihatinan banyak pihak di Tanah Air, termasuk DPR RI, yang menilai keputusan tersebut tidak proporsional dan berpotensi merugikan Indonesia di kancah olahraga global.