Dalam surat itu, Gia menuturkan betapa sulitnya dia beradaptasi dengan kedisiplinan ala Korea yang membuat dia kewalahan. Namun, keberadaan Mega di sampingnya membuat pevoli asal Amerika Serikat itu bisa melewatinya.
“Kami berdua datang dalam keadaan seperti bayi, bisa dibilang… Budaya bola voli yang biasa kami lakukan sangat santai, lambat, dan ramah. Aku tidak akan menggunakan kata-kata ini untuk menggambarkan bola voli di V-League,” ucapnya.
“Segera setelah kami mulai berlatih, aku tahu bahwa aku harus banyak belajar dan berkembang, secara mental dan fisik. Aku sangat stres setiap hari dan sering memikirkan segalanya secara berlebihan dan meragukan kemampuan aku untuk bertahan di musim ini,” tuturnya.
“Tapi kamu… Kamu selalu menemukan senyuman dan tawa di setiap situasi. Kamu lelah sama seperti aku dan kami akan berbagi perasaan kami bersama, tapi kamu selalu begitu tenang dan hanya menjalaninya satu demi satu.”
Menurut Gia, salah satu hal yang paling dia kagumi dari Mega adalah keyakinan dan kecintaan yang luar biasa terhadap kehidupan.
“Kamu sangat hangat terhadap semua orang di sekitar kamu, tidak peduli bahasa apa yang mereka gunakan. Aku kaget saat pertama kali tiba, kamu akan berada di tengah-tengah sekelompok gadis Korea yang tertawa dan berbicara kepada mereka seolah-olah kamu berbicara bahasa Korea!” ujar Gia.
“Aku akan selalu menghargai ungkapan-ungkapan kita bersama seperti “Ewwwwrrrr”, “Apa-apaan ini?!”, “Sial” dan selalu menjadi orang terakhir yang makan di kafetaria, tertawa terbahak-bahak karena hal bodoh yang kita bicarakan,” Gia membeberkan dalam suratnya.