Selain itu, Akmal menyoroti sejumlah faktor nonteknis lain yang dinilai menguntungkan tuan rumah, termasuk penunjukan wasit asal Kuwait, Ahmad Al Ali, untuk memimpin laga pembuka Arab Saudi vs Indonesia. Menurutnya, hal tersebut memperkuat dugaan adanya pengaruh politik dalam penyelenggaraan pertandingan.
“Yang kedua misalnya jadwal pertandingan kita kan tidak diuntungkan juga. Kita main lawan Arab Saudi, dua hari kemudian kita main lawan Irak. Sementara Arab Saudi istirahat (4 hari) setelah itu mereka baru lawan Irak,” terang dia.
Pengamat yang dikenal vokal terhadap tata kelola sepak bola nasional itu menyebut, situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Timnas Indonesia. Selain harus menghadapi kekuatan tim besar seperti Arab Saudi dan Irak, skuad Garuda juga dituntut menghadapi tekanan di luar lapangan.
Lebih jauh, Akmal menilai fenomena ini memperlihatkan bagaimana rivalitas antara Asia Barat dan Asia Timur semakin terasa di dunia sepak bola. Negara-negara Timur Tengah disebut ingin menandingi dominasi Jepang dan Korea Selatan yang selama ini menjadi langganan tampil di Piala Dunia.
“Saya pikir ini semua adalah pilihan-pilihan yang mungkin hasil lobi-lobi dari Timur Tengah ya. Saya melihat, Piala Dunia 2026 ada persaingan antara Asia Timur dengan Asia Barat. Asia Timur langganan piala dunianya Jepang kemudian Korsel, mereka sudah lolos,” katanya.
“Sementara Timur Tengah juga merasa punya gengsi di sana. Apalagi kan untuk kualifikasi Piala Dunia ini yang banyak menentukan kan AFC, Presiden AFC-nya dari Bahrain,” pungkas Akmal.
Pernyataan Akmal Marhali menambah sorotan publik terhadap netralitas AFC dalam mengatur fase akhir kualifikasi. Sementara itu, Timnas Indonesia tetap fokus mempersiapkan diri jelang laga perdana melawan Arab Saudi di Jeddah, Kamis (9/10/2025) pukul 00.15 WIB, di bawah arahan pelatih Patrick Kluivert.