Meskipun kecewa, Ferry menegaskan I.League tidak akan menyerah. Ia berharap perubahan bisa dilihat dalam waktu dekat, agar FIFA memberi kelonggaran paling tidak mulai putaran kedua musim ini.
"Kami akan terus berupaya supaya mendapatkan ruang atau izin dari sana. Bisa jadi mungkin 3-4 bulan yang akan datang. Mudah-mudahan (putaran kedua)," ucap pria berusia 61 tahun itu.
Penolakan ini dipicu insiden saat laga penutup musim lalu, salah satunya ketika Persib Bandung meraih gelar juara dan suporter turun ke lapangan serta merusak fasilitas Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Ironisnya, laga itu disaksikan langsung oleh perwakilan FIFA.
"Yang lebih parahnya lagi adalah pertandingan yang disaksikan oleh delegasi FIFA di penutupan di Bandung. Bahkan rumput dihancurkan dan sebagainya," jelas Ferry.
Sebagai langkah preventif, I.League bahkan memutuskan untuk tidak menempatkan Persib dalam laga pembuka Super League. "Bukan hanya flare, tapi juga turun ke lapangan. Kalau hanya flare mungkin bisa ditoleransi, tapi ini lebih dari itu," tegasnya.
Meski ditolak, I.League tetap mengembangkan regulasi internal dengan membagi kategori rivalitas suporter:
Rivalitas Tinggi: Pertandingan seperti Persija vs Persib tetap tanpa kehadiran suporter tandang.
Rivalitas Sedang (Semi): Misalnya Persis Solo vs PSIM, masih dalam pengawasan ketat.
Tanpa Rivalitas: Suporter diizinkan hadir, selama tidak ada konflik sejarah antara klub yang bertanding.