PSSI menetapkan, bulan Maret, April, Mei dan Juni 2020 menjadi keadaan kahar (force majeure).
Dalam pelaksanaannya, FIFPro menemukan fakta sejak April 2020, tidak ada satu pun klub Liga 1 yang membayar pemainnya lebih dari 25 persen, bahkan ada dua tim yang hanya memberikan 10 persen dari gaji normal kepada pemainnya.
Sementara di Liga 2, seluruh atau 24 tim membayar penghasilan pemain antara 10 dan 15 persen dari kesepakatan. Dan di Liga 2, menurut FIFPro, para pemain mendapatkan gaji sekitar 200 dolar AS atau sekitar Rp2,9 juta perbulan sebelum ada pemangkasan akibat pandemi. Itu dianggap berada di bawah upah minimum regional yakni 300 dolar AS (Rp4,4 juta).
Setelah keluar kebijakan pemotongan dari PSSI akibat pandemi, pemain Liga 2 hanya mendapatkan 50 dolar AS (sekitar Rp737 ribu) dan nilai itu hanya 17 persen dari upah minimum.
"Fakta bahwa keputusan PSSI berlaku sejak Maret menunjukkan PSSI tidak peduli dengan standar internasional, apalagi soal kesejahteraan pemain di Indonesia," tutur Roy Vermeer.