Meskipun sebagian besar ahli setuju platform media sosial dapat membahayakan kesehatan mental remaja, banyak yang berbeda pendapat mengenai kemanjuran upaya pelarangan ini.
Beberapa ahli berpendapat bahwa pelarangan hanya menunda paparan kaum muda terhadap aplikasi seperti TikTok, Instagram, dan Facebook, alih-alih mengajari mereka cara menjelajahi ruang daring yang kompleks.
Upaya sebelumnya untuk membatasi akses, termasuk oleh Uni Eropa, gagal atau menemukan penerapan yang menantang mengingat ada alat yang dapat menghindari persyaratan verifikasi usia.
Salah satu kelompok advokasi hak anak terbesar di Australia bahkan mengkritik larangan yang diusulkan sebagai 'instrumen yang terlalu tumpul'.
Dalam surat terbuka yang dikirim ke pemerintah pada Oktober, yang ditandatangani lebih dari 100 akademisi dan 20 organisasi masyarakat sipil, Satgas Hak Anak Australia meminta Albanese mempertimbangkan penerapan standar keamanan pada platform media sosial.
Kelompok tersebut merujuk pada saran Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu kebijakan nasional yang dirancang untuk mengatur ruang daring seharusnya ditujukan agar memberi anak-anak kesempatan mendapatkan manfaat dari keterlibatan dengan lingkungan digital dan memastikan akses mereka aman di ranah digital.
Di sisi lain, aktivis akar rumput lainnya diketahui telah melobi pemerintah Australia terkait undang-undang tersebut. Mereka mengatakan, larangan diperlukan untuk melindungi anak-anak dari konten yang berbahaya, misinformasi, perundungan, dan tekanan sosial lainnya.
Undang-undang pelarangan anak usia di bawah 16 tahun bermain media sosial akan diajukan ke parlemen tahun ini juga. Kemudian, undang-undang akan diimplementasikan 12 bulan setelah disepakati anggota parlemen dan akan ditinjau setelah diberlakukan.