JAKARTA, iNews.id - Ada tiga teori Stephen Hawking paling kontroversial yang menarik untuk diulas. Stephen Hawking merupakan seorang fisikawan terkenal yang dikenal luas di seluruh dunia.
Ia banyak memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu fisika. Meski mengidap penyakit yang membuat kondisi tubuhnya terus melemah, Stephen Hawking terus berkarya hingga akhir hayatnya.
Dimulai dengan tesis doktoralnya pada tahun 1966, karya terobosannya berlanjut tanpa henti hingga makalah terakhirnya pada tahun 2018 diselesaikan hanya beberapa hari sebelum kematiannya pada usia 76 tahun.
Salah satu sumbangsih besar Hawking adalah teori-teori kontroversial yang masih menjadi topik perdebatan di kalangan para ahli hingga saat ini.
Hawking memulai dengan awal yang baik dengan tesis doktoralnya, yang ditulis pada saat kritis ketika ada perdebatan sengit antara dua teori kosmologis yang saling bersaing, yakni Teori Big Bang dan Teori Steady State.
Kedua teori menerima bahwa alam semesta mengembang, tetapi yang pertama mengasumsikan alam semesta mengembang dari keadaan ultra-kompak dan super-padat pada waktu yang terbatas di masa lalu, sedangkan yang kedua mengasumsikan alam semesta telah mengembang selamanya, dengan materi baru yang terus-menerus diciptakan untuk mempertahankan kepadatan yang konstan.
Dalam tesisnya, Hawking menunjukkan bahwa penjelasan teori Steady State secara matematis bertentangan dengan teori itu sendiri.
Sebaliknya, dia berpendapat bahwa alam semesta dimulai sebagai titik yang sangat kecil dan padat yang disebut singularitas. Saat ini, deskripsi Hawking ini hampir diterima secara universal di kalangan para ilmuwan.
Teori ini didasarkan pada teori relativitas umum yang dikemukakan oleh Albert Einstein. Di tahun 1959, Hawking mendapatkan gelar sarjananya di University of Oxford untuk menguji ide mengenai gravitasi kuantum.
Ia juga menggabungkan teori yang dikembangkannya dengan hasil versi Jacob Bekenstein.
Teori kuantum digunakan untuk menggambarkan hal-hal kecil yang tak terlihat, seperti atom dan partikel komponennya. Sementara relativitas umum digunakan untuk menggambarkan materi pada skala kosmik bintang dan galaksi.
Dua teori in terkesan saling paradoks di mana teori relativitas umum mengasumsikan bahwa semesta itu halus dan berkelanjutan seperti lembaran kertas. Sementara teori kuantum mengasumsikan bahwa semesta dan segala isinya masih kasar pada skala terkecil, terbagi menjadi benjolan-benjolan tersendiri.
Menurut teori kuantum, ruang angkasa yang diduga kosong sebenarnya jauh dari kekosongan. Hal itu karena semesta tidak bisa halus atau sama sekali kosong pada semua skala. Sebaliknya, ruang itu hidup dengan aktivitas.