Doktor lulusan UMIST and The Victoria University of Manchester itu mengajak masyarakat memilah sampah di sumbernya secara langsung karena jika diolah dengan baik terutama sampah yang belum tercampur bisa di daur ulang berkali-kali. Namun, jika telah tercampur dengan sampah lainnya, proses memilahnya akan menjadi lebih mahal bahkan akhirnya bisa terbuang.
Akhmad mengakui daur ulang di Indonesia lebih baik dari Amerika. Di mana hasil sampah plastik dijadikan kembali produk dan digunakan lagi.
"Perlu pendekatan modern untuk membenahi manajemen sampah agar bisa didaur ulang supaya bisa memberi manfaat kepada semuanya mulai dari pemulung, pendaur ulang dan juga akan menghidupkan ekonomi dengan banyak menyerap tenaga kerja tak hanya ribuan bahkan jutaan," ujarnya.
Sebagai ilmuwan dia menyarankan perlu regulasi untuk mengatur sampah plastik jadi satu, kemudian sampah yang mudah membusuk dikelompokkan sendiri, serta sampah logam, kertas dan kaca juga dijadikan satu. Sampah-sampah lain yang tidak bisa diambil manfaatnya kecuali dibakar juga dipilah.
"Ya kalau semua sudah berjalan tidak perlu lagi TPS (tempat pembuangan sampah) atau ke TPA (tempat pembuangan akhir). Saya sudah membuktikan sendiri dengan Management Sampah Zero (Masaro), yang menghasilkan nilai ekonomi dan mendatangkan keuntungan bagi yang melakukannya," ujarnya.