Wishnutama mengatakan, kondisi pandemi dinilai menjadi momentum yang tepat untuk membuat pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi lebih baik dengan melakukan restrategy. Di sisi lain mengubah pola pikir pariwisata dari quantity tourism ke quality tourism.
Konsekuensi dari perubahan itu sangat banyak sehingga dibutuhkan kesamaan visi, sinergi semua stakeholders pariwisata ekonomi kreatif, kerja keras, dan pemahaman yang komprehensif. Di antaranya dalam membangun konektivitas yang dapat memudahkan akses ke setiap destinasi serta membangun infrastruktur yang berkualitas dan berjangka panjang untuk menunjang ekonomi kreatif, juga menyediakan pengalaman yang unik di setiap destinasi.
"Salah satu syarat dasar dalam membangun ‘quality tourism’, yaitu infrastruktur, tapi tidak berhenti di infrastruktur saja, namun konektivitas, aviasi juga pemasaran," kata Wishnutama.
Selain itu, daya tarik parwisata juga perlu diperhatikan. Untuk menciptakan keunikan di destinasi artinya budaya harus dipertahankan, diperkuat, sehingga wisatawan yang datang harus bisa merasakan budaya yang beragam.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah menggunakan kemajuan teknologi big data untuk mempelajari tren dan behaviour wisatawan sehingga dapat menyesuaikan strategi, daya tarik, dan pemasaran.
"Maka, dampak dari quality tourism ini akan luar biasa, membuat wisatawan menjadi lebih betah tinggal di destinasi, membuat lama tinggal lebih lama, dan spending lebih banyak. Masyarakat akan betul-betul merasakan dampak ekonomi yang tinggi," kata Wishnutama.