Kota ini terletak di Sulawesi Tenggara, dan sempat menjadi kota penting pada masa kesultanan Wuna. Kota ini dibangun pada masa Raja La Kilaponto (1538-1541) dan selesai pada masa Raja La Posasu (1541-1551). Menariknya, kota ini dikelilingi oleh benteng tinggi yang berbentuk lingkaran. Orang-orang yang dapat tinggal di daerah tersebut hanyalah kaum bangsawan dengan jabatan penting seperti Raja, atau golongan adat hukum saja. Kota ini mulai ditinggalkan pada tahun 1861, saat perang saudara pecah antara dua tokoh penting untuk memperebutkan Kota Wuna.
Kota Saranjana terletak di Kalimantan Selatan. Banyak yang percaya daerah ini adalah kota gaib. Sebab, tak semua orang mampu melihat keberadaan serta kemegahan kota ini. Namun, masyarakat di Kota Baru Pulau Laut meyakini, kota tersebut memang ada yang dibuktikan dari peta masa lampau yang berjudul ‘Peta Wilayah Pesisir dan Pedalaman Borneo. Peta tersebut dibuat oleh seorang naturalis berkebangsaan Jerman, Salomon Muller pada tahun 1845.
Kota atau daerah ini telah hilang sejak bencana longsor pada 16 April 1955. Hujan lebat yang mengguyur kawasan Dieng dan sekitarnya membuat daerah ini hilang dengan cepat. Di mana dalam peristiwa tersebut menelan korban jiwa sebanyak 332 orang penduduk Dukuh Lagetang, serta 19 orang tamu dari lain-lain desa akibat longsornya gunung Pengamun-amun.