Tradisi mayat asap
Suku Angga di Papua Nugini dikenal memiliki tradisi dalam cara mengawetkan tubuh orang yang telah meninggal. Tradisi tersebut adalah pengasapan. Tahap pertama dalam proses pengasapan ini adalah lutut, siku, dan kaki mayat disayat. Kemudian lemak di tubuh mayat dikeringkan. Belum usai sampai di situ, bambu ditusuk ke bagian perut mayat dengan tujuan agar darah mengalir keluar.
Darah yang dikeluarkan akan dioles ke rambut dan kulit dari kerabat almarhum. Suku Angga sangat meyakini ritual ini akan memindahkan kekuatan yang meninggal pada kerabat yang masih hidup. Sisa cairan yang dikeluarkan dari tubuh mayat ini akan dijadikan sebagai minyak goreng.
Mata, mulut, dan anus mayat akan dijahit agar udara tidak masuk ke tubuh mayat. Hal ini bertujuan untuk menghindari pembusukan. Sedangkan kaki, lidah, dan telapak tangan itu dipotong sebagai hidangan untuk disantap oleh pasangan yang hidup. Sisanya dibuang ke lubang api untuk diasapi. Setelah proses diasapi, tubuh mayat dilapisi dengan tanah liat dan lempung merah kemudian dipajang di dinding tebing. Lempung yang dioleskan itu untuk melindungi tubuh mayat untuk menghindari kerusakan. Namun kini seiring berkembangnya zaman dan ajaran agama Kristen yang telah dikenal oleh masyarakat Suku Angga, tradisi ini kini telah dihentikan dan diganti dengan penguburan secara agama Kristen.