Makanan Papeda bukanlah makanan biasa yang dapat mengenyangkan perut. Namun Papeda merupakan makanan yang biasa disajikan di hari-hari istimewa seperti upacara adat sebagai persembahan rasa syukur. Hal ini dikarenakan adanya cerita mitologi mengenai sagu yang merupakan bahan makanan Papeda.
Sagu diyakini sebagai jelmaan dari manusia oleh suku Papua. Hal ini berawal dari mitos mengenai seorang ibu dan anak-anaknya yang berubah jadi pohon sagu setelah tercebur ke dalam telaga. Maka dari itu Papeda dijadikan makanan khusus untuk disajikan dalam upacara Watani Kame yang merupakan upacara berakhirnya siklus kematian seseorang.
Masyarakat suku Inanwatan juga menyajikan Papeda dan daging babi sebagai upacara penyambutan anak pertama. Selain itu, para perempuan yang ditato tubuhnya akan diberikan Papeda untuk meredakan rasa sakit mereka.
Sedangkan di Raja Ampat, sagu memang diistimewakan hingga diadakannya upacara khusus saat panen sagu sebagai rasa syukur dan penghormatan atas hasil panen melimpah yang dapat memenuhi kebutuhan.
Dan di Pulau Seram, Maluku, bagi suku Nuaulu Papeda dijadikan sebagai makanan untuk ritual perayaan masa pubertas anak perempuan. Suku Nuaulu dan Huaulu juga melarang perempuan yang sedang datang bulan untuk memasak Papeda karena dianggap tabu merebus sagu.
Tak hanya makanannya yang unik dan lezat, Papeda juga mengandung banyak nutrisi seperti karbohidrat, zat besi, kalsium, fosfor, dll yang dapat melancarkan pencernaan, mengurangi resiko kanker usu, kegemukan, kolesterol dan lainnya. Kini, popularitas Papeda menurun karena masyarakat beralih terhadap nasi setelah kebijakan pemerintah membuka lahan persawahan di Papua. Meski begitu, ciri khas Papeda tidaklah hilang dan masih dijadikan sebagai makanan istimewa bagi masyarakat Papua dan Sulawesi.