Sementara itu, Peneliti Sejarah Betawi, JJ Rizal mengatakan, sifat buaya yang hanya kawin sekali di sepanjang hidupnya ini juga menjadi inspirasi lain dari lahirnya roti buaya. Oleh karenanya, roti buaya dalam acara pernikahan diharapkan bisa menjadi contoh bagi pasangan yang melangsungkan pernikahan.
Di acara pernikahan, roti buaya dijadikan hantaran mempelai pria kepada mempelai wanita. Saat dipakai sebagai hantaran, roti buaya juga harus dalam kondisi yang bagus, tanpa adanya cacat sebelum resmi diterima oleh pengantin wanita.
Ukuran dari tiap-tiap roti buaya juga dipercaya akan berkaitan dengan masa depan rumah tangga calon mempelai. Masyarakat percaya, semakin besar ukuran dan semakin keras tekstur roti buaya, maka nasib pernikahan itu diyakini akan semakin baik.
Kepercayaan lainnya juga berkembang untuk seseorang yang sedang single atau sendiri. Sebagian masyarakat Betawi percaya, orang yang belum menikah lalu memakan roti ini, maka kelak akan cepat bertemu jodoh.