Nia mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal dalam kehidupan, termasuk sektor pariwisata. Pemberlakuan social distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam waktu singkat ikut mengubah pola pemasaran pariwisata.
Dalam filosofi Tiongkok dikenal istilah weiji yang berarti krisis. Weiji terdiri dari dua kata, yakni wei yang berarti bahaya dan ji yang berarti peluang. Oleh sebab itu dalam kondisi yang kurang menguntungkan ini diperlukan strategi pemasaran yang tepat sekaligus dengan tujuan untuk mempertahankan eksistensi pariwisata Indonesia di masing-masing pasar.
Kegiatan seminar berbasis digital ini kemudian menjadi salah satu cara yang dilakukan Kemenparekraf/Baparekraf untuk melakukan soft selling destinasi yang ada di Indonesia dan diharapkan Indonesia tetap menjadi favorit bagi wisman untuk berkunjung.
Tercatat, hasil poling yang dilakukan saat Webinar pasar Great China, Bali masih menjadi destinasi favorit untuk pasar Tiongkok dengan persentase 86 persen, disusul Manado dan Lombok yang masing-masing memeroleh persentase 7 persen, Borobudur 5 persen dan Batam/Bintan 2 persen.
Nia juga memperkirakan, Bali akan menjadi salah satu destinasi utama yang relatif lebih cepat pulih dan banyak dikunjungi wisatawan begitu pandemi dinyatakan usai.