Tungku untuk menyalakan bara api terpisah dengan tempat mematangkan daging. Bara api harus terus menyala tanpa dikipas agar tidak menghasilkan asap. Memasaknya bisa berjam-jam bahkan sampai berhari-hari.
Supaya bara pada arang awet, Suku Molo menggunakan kayu kosambi yang tebal dan besar. Mereka juga menggunakan daun kosambi sebagai penutup daging agar matang sempurna. Daun kosambi berfungsi sebagai penahan panas saat daging sedang disei sekaligus menjaga rasa dan warna asli daging agar tetap merah.
Sei yang asli juga tidak menggunakan garam. Pasalnya, Suku Molo sebagai orang pegunungan tidak mengenal garam. Garam dibawa oleh orang pesisir. Oleh karena itu, di Molo, sei dibuat tawar.
Daging sei ini dijadikan persembahan untuk para dewa bagi suku-suku di Timor. Cara memasak sei tersebar akhirnya menyebar bukan hanya di Kepulauan Timor, melainkan juga ke Flores dan seluruh NTT.
Bagaimana cara mengolah sei? Proses pengasapan diawali dengan mengiris daging memanjang dan melumurinya dengan garam. Kemudian, digantung untuk mengeringkan kandungan air atau darah di dalam daging selama beberapa jam. Sementara itu, daun kosambi digunakan sebagai penyaring panas dan asap yang berlebihan. Inilah yang membuat aroma dan warna daging tetap terjaga.