Anggaran Proyek MRT Jakarta Fase 2 Bengkak Jadi Rp25,3 Triliun, Ternyata Ini Penyebabnya
Silvia menambahkan, biaya raw material yang meningkat lebih dari 50 persen sejak 2018 karena krisis rantai pasok dan tingginya permintaan karena pemulihan pascapandemi juga mendorong bengkaknya biaya.
"Jadi memang ada supply chain problem juga yang kita ketahui bersama, over the years dan puncaknya tahun ini, dan karena ada faktor pandemi, faktor perang di Europe dan juga sekarang ada isu krisis semikonduktor material," ujar dia.
"Selain itu, kita (MRT) sangat tinggi teknologi, sistem persinyalan, telekomunikasi, autonisasia dan semuanya membutuhkan chip. Jadi begitu ada masalah semikonduktor, kita have a direct impact terhadap pembiayaan dan waktu. Karena krisis ini bukan hanya bikin mahal, tapi waktu membuat bikin chip lebih lama karena rebutan dapatkan produk dan material tersebut," tuturnya.
Silvia menuturkan, estimasi biaya saat ini pun merupakan estimasi total dan belum menjadi estimasi cost real.
"Di dalamnya sudah ada eskalasi harga karena kita tahu secara kontraktual itu memang harus memfaktorkan eskalasi harga, di mana dulu itu yang Rp22 triliun, eskalasinya sampai 2025. Tapi sekarang, karena kita tahu jadwalnya sudah kelihatan dan eskalasi harga yang sudah kita masukan sampai 2029," katanya.
Dia menjelaskan, dalam biaya tersebut ada contingency cost. Karena itu, jika ada sesuatu kegiatan di luar dugaan, baik global maupun nasional atau bencana, estimasi tersebut sudah difaktorkan.
Editor: Jujuk Ernawati