BRIN Beberkan Sejumlah Masalah Pengembangan Vaksin Merah Putih
JAKARTA, iNews.id - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko membeberkan beberapa tantangan yang selama ini menghambat produksi dan pengembangan Vaksin Merah Putih. Problem utama salah satunya disebabkan dari belum adanya tim yang berpengalaman untuk mengembangkan vaksin.
"Sehingga, para tim itu bekerja sangat keras untuk melakukan berbagai percobaan, karena sebagian besar vaksin yang di produksi di Bio Farma itu berbasis pada lisensi," ujar Handoko dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi VII DPR RI, Senin (24/1/2022).
Terkait pengalaman, Handoko menjelaskan, untuk menghasilkan sel clone yang murni dan terseleksi tanpa ada patogen, dibutuhkan periset yang memiliki jam terbang yang cukup tinggi disamping yield yang juga tinggi. Hal ini agar produksi vaksin tersebut bisa diterima industri, sehingga harga vaksin itu tidak mahal.
Selain itu, menurutnya Indonesia juga belum banyak memiliki fasilitas uji terbatas yang berstandar GMP (Good Manufacturing Practice). Saat ini memiliki fasilitas tersebut hanyalah Bio Farma.
"Tapi kami juga tidak menggangu Bio Farma terlalu banyak, karena Bio Farma juga harus melakukan produksi yang reguler untuk memproduksi vaksin yang sedang dibutuhkan secara besar," kata dia.
Dia menyebut, pembangunan fasilitas GMP untuk uji produksi terbatas bukanlah hal yang murah. Namun, dengan integrasinya BRIN dengan beberapa lembaga dan kementerian, maka BRIN memiliki kapasitas untuk membuat fasilitas tersebut.
"Tapi dengan proses integrasi di BRIN, kami bisa memiliki kapasitas dan kompetensi untuk membuat program dan fasilitas yang mahal ini, selain itu kami juga membuat program yang berkelanjutan untuk memanfaatkan fasilitas itu, program itu adalah program hibah uji klinis," ucap Handoko.
Handoko berharap, dengan adanya fasilitas tersebut makan direncakan pada kuartal II tahun 2022 produksi vaksin dalam negeri tapi dipercepat untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri.
"Kita membutuhkan banyak vaksin termasuk untuk hewan yang sampai saat ini kita masih impor," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama