China Beri Pinjaman Rp20.965 Triliun ke Negara-negara Berkembang
Laporan tersebut menemukan bahwa sebagian besar pertumbuhan pinjaman penyelamatan China dalam mata uang renminbi, dengan pinjaman dalam mata uang China melampaui dolar AS pada tahun 2020. Pembayaran yang terlambat kepada pemberi pinjaman China juga meningkat.
Adapun, salah satu cara China mengelola risiko pembayaran adalah melalui rekening escrow tunai dalam mata uang asing yang dikontrolnya. Pengaturan ini kontroversial karena memberikan senioritas utang kepada China, yang berarti pemberi pinjaman lain, termasuk bank pembangunan multilateral, bisa mendapat bayaran kedua dalam keringanan utang terkoordinasi.
AidData mengidentifikasi 15 negara, terutama di Afrika, dengan total rekening escrow sebesar 2,5 miliar dolar AS pada puncaknya pada Juni 2023.
Penulis utama studi tersebut, Brad Parks menyebut, pihaknya tidak dapat mengidentifikasi semua akun tersebut, karena biasanya akun tersebut dirahasiakan. Namun, dia mencatat bahwa mereka telah menemukan pinjaman yang dijaminkan senilai 614 miliar dolar AS dan uang tunai merupakan sumber jaminan utama yang dibutuhkan oleh pemberi pinjaman China. Data menunjukkan jumlah di rekening escrow bisa jauh lebih tinggi dari 2,5 miliar dolar AS.
Selain itu, China juga lebih banyak bekerja sama dengan pemberi pinjaman multilateral dan bank komersial Barat. Setengah dari pinjaman non-darurat pada 2021 merupakan pinjaman sindikasi, di mana 80 persen di antaranya merupakan pinjaman dari bank-bank Barat dan lembaga keuangan internasional.
Tujuan pinjaman luar negeri China juga telah berubah. Komitmen pinjaman ke negara-negara Afrika turun dari 31 persen dari total pada 2018 menjadi 12 persen pada 2021. Sementara, pinjaman ke negara-negara Eropa meningkat hampir empat kali lipat menjadi 23 persen.
Editor: Aditya Pratama