Djakarta Lloyd, BUMN yang Punya Utang hingga Rp1,2 Triliun
JAKARTA, iNews.id - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Djakarta Lloyd (Persero) masih memikul beban utang masa lalu. Dalam catatan laporan keuangan, perusahaan masih memiliki kerugian akibat utang senilai Rp1,2 triliun.
Direktur Utama Djakarta Lloyd Suyoto mengatakan, beban utang masa lalu tersebut menjadi kendala perusahaan untuk mendapat dana segar baik berupa dana murah atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Ada beberapa kendala di kami terutama masalah financial recovery, kami masih memiliki kendala karena kami masih memukul kendala kerugian di masa lalu yang cukup banyak hampir Rp1,2 triliun dan ini menjadi catatan jelek dalam laporan keuangan kami. Jadi kami masih ada kendala terutama kendala yang bersifat dana murah atau mungkin public offering," kata Suyoto dalam Webinar, Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Meski begitu, restrukturisasi utang perusahaan sudah mulai dilakukan sejak 2019 lalu melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU. Bahkan, saat ini sebanyak 20 persen saham perusahaan dipegang oleh debitur, meski manajemen tengah berupaya melakukan buyback.
Akibat lain dari utang tersebut, kata Suyoto, selama beberapa tahun belakangan ini perusahaan tidak bisa memberikan setoran dividen ke Kementerian BUMN. Pasalnya, keuntungan yang diperoleh BUMN sektor pelayaran tersebut tidak saja digunakan untuk membayar upah buruh atau karyawannya, tapi juga digunakan untuk membayar utang.
"Selama ini bukan hanya membayar karyawan dan melaksanakan operasional, tapi kami juga membayar utang masalah lalu. Jadi ini adalah kontribusi kami kepada negara, karena perusahaan ini adalah perusahaan negara. Jadi otomatis utang dan masalah ini juga menjadi masalah negara, dan ini menjadi tanggung jawab kami," katanya.
Hingga menjelang akhir 2020, proses restrukturisasi utang perusahaan sudah memasuki tahun kedua. Bos perusahaan itu menyebut, masih tersisah 11 tahun bagi manajemen perusahaan untuk melunasi semua beban keuangan tersebut.
Saat ini, Djakarta Lloyd masih di bawah naungan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Setelah pembukuan keuangan perusahaan dinyatakan bersih, manajemen akan menerima bendera opsi terkait suntikan dana pemerintah seperti Penyertaan Modal Negara (PMN) nontunai.
"Setelah kami pembukaannya bersih, ada beberapa opsi berupa PMN nontunai atau bagaimana untuk menghilangkan akumulasi kerugian di dalam catatan pembukuan kami sehingga kami bisa melakukan penyegaran keuangan lebih mudah dan bisa membagi saham kami ke pasar sehingga kami mendapatkan dana segar untuk ekspansi," ujarnya.
Editor: Ranto Rajagukguk