DPR Gulirkan Wacana Pembentukan Pansus Freeport
JAKARTA, iNews.id - Upaya pemerintah melalui Inalum membeli 51 persen saham Freeport menimbulkan polemik. Beberapa pihak memuji kebijakan tersebut dan yang lainnya menilai kebijakan itu menyalahi aturan.
Atas kebijakan tersebut, muncul upaya beberapa pihak di DPR mengajukan pem bentukan panitia khusus (pansus). Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu menilai ada kesepakatan yang dilanggar oleh pemerintah dalam proses divestasi saham itu.
Satu di antaranya soal dampak lingkungan dari penambangan Freeport di Papua. Gus Irawan bahkan menilai pemerintah ingin menguasai saham Freeport hanya untuk tampak hebat saja. Terlebih, duit Rp57 triliun yang digunakan untuk membeli saham itu berasal dari utang.
“Transaksi Freeport ini gagah-gagahan saja kelihatannya. Karena ini sudah melanggar kesepakatan, kesimpulan rapat yang diteken oleh pimpinan rapat oleh saya sendiri dengan Dirjen Minerba, Dirut Freeport Tony Wenas, sama Dirut Inalum. Nanti bisa dicek poin kedua dari kesimpulan rapat itu. Kesepakatannya adalah transaksi divestasi itu dila kukan setelah masalah lingkungannya diselesaikan,” ucapnya di Jakarta, kemarin.

Dia pun menginisiasi untuk dibentuk pansus divestasi saham Freeport. Sebab, ada kesepakatan yang dilanggar pemerintah dalam rapat Komisi VII DPR beberapa waktu lalu itu. Hal ini, menurutnya, tidak bisa dianggap remeh.
Gus Irawan melihat ada kesan akuisisi saham Freeport ini terlalu dipaksakan. Dia mengaku curiga pemerintah akhirnya menempuh jalan apapun, termasuk melanggar kesepakatan dengan DPR demi menguasai saham Freeport.
“Kalau ada kesepakatan yang dilanggar, kami akan usut lebih jauh. Kalau perlu, bentuk pansus untuk meneliti itu. Apakah ini berkaitan dengan tahun politik. Barangkali ada namanya sisi politis atau ada siapa yang bermain. Kayak ini kan sangat dipaksakan dan sangat terburu-buru,” ujarnya.
Dia meyakini persoalan lingkungan ekosistem belum diselesaikan oleh pemerintah dan Freeport. Apalagi, ada ganti rugi senilai Rp185 triliun dalam persoalan lingkungan itu.
“Apa betul kemudian lingkungan yang terkorbankan ekosistem yang senilai Rp185 triliun itu sudah diselesaikan. Saya tidak yakin bahwa itu selesai,” ujarnya.