Dukung Peningkatan Investasi dan Produktivitas Sektor Migas, ASPEBINDO Gelar Indonesia Energy Outlook 2025

Selaras dengan pandangan Kathy tentang kepastian regulasi dan tingkat keamanan guna meminimalisir risiko. Nanang mengatakan, untuk meningkatkan investor dari luar negeri, pertama-tama harus meningkatkan prospektivitas eksplorasi di Indonesia.
"Prospektivitas eksplorasi adalah penyediaan data, hasil studi-studi yang komprehensif dan terintegrasi sehingga risiko untuk kegagalan atau dry hold itu diperkecil. Prospectivity sangat penting kalau mau mendatangkan investor asing," tuturnya.
Sementara itu, Fathul Nugroho menyoroti tentang industri hulu migas yang memiliki tantangan dan risiko sangat besar, nilainya hingga miliaran dolar. Pertamina berkompetisi dengan negara-negara di seluruh dunia.
"Saat ini investasi luar negeri untuk industri migas di sektor hulu kebanyakan ke Amerika Utara, sekitar 40 persen, di Middle East sekitar 20-30 persen, sisanya 30 persen ke seluruh dunia. Kita memperebutkan sisa investasi yang sebesar 30 persen tersebut," tuturnya.
Menurutnya, fiskal dan insentif yang ditawarkan Indonesia harus bisa menarik international oil company. "Agar bagaimana mereka melakukan eksplorasi dan mendevelop lapangan-lapangan frontier dan marginal yang ada di Indonesia," ujarnya.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi industri migas Indonesia adalah penurunan lifting akibat menurunnya produksi serta teknologi yang sudah tertinggal. Selama sepuluh tahun terakhir, produksi minyak Indonesia mengalami penurunan sebesar 3 persen.
"Kita harus genjot eksplorasi agar menemukan cadangan baru untuk meningkatkan produksi. Kita masih bisa produksi 500 ribu barel per hari sampai tahun 2030. Untuk mencapai 1 juta barel per hari perlu dilakukan percepatan Enhance Oil Recovery (EOR). Tantangannya adalah investasi dan regulasi. Kita berharap ada perbaikan tata kelola, dan segera revisi UU Migas," ucapnya.
Sementara Asep Samsul Arifin, VP Upstream Business Planning & Portfolio Management PT Pertamina Hulu Energi mengatakan, sebagai investor, saat ini wilayah kerja Pertamina Hulu Energi sebanyak 26 persen ada di dalam negeri, beberapa persen lainnya di luar negeri. "Dari 26 persen tersebut kami menyumbang sekitar 63 persen produksi nasional," katanya.
Menurut Asep, tantangan lainnya yang dihadapi Pertamina seperti teknologi yang tertinggal. Oleh karena itu diharapkan yang bisa dilakukan sekarang adalah memelihara dan men-develop sumur eksisten yang sustainable produksinya.
Editor: Anindita Trinoviana