Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Formas Buka Jalan Investasi China, KEK Batang Disiapkan Jadi Lokomotif Industri
Advertisement . Scroll to see content

Ekonomi Goyah, Anak Muda China Berhemat, Beli Kosmetik Murah hingga Tak Minum Starbucks

Senin, 19 September 2022 - 10:45:00 WIB
Ekonomi Goyah, Anak Muda China Berhemat, Beli Kosmetik Murah hingga Tak Minum Starbucks
Ekonomi goyah, anak muda China berhemat, beli Kosmetik murah hingga tak minum Starbucks. Foto: Reuters
Advertisement . Scroll to see content

BEIJING, iNews.id - Anak muda di China mulai melakukan penghematan. Itu dilakukan lantaran ekonomi ekonomi di negara itu goyah akibat lockdown dan anjloknya pasar properti. 

Salah satu anak muda yang memangkas pengeluarannya adalah konsultan pemasaran di Shanghai bernama Doris Fu.  Perempuan 39 tahun itu sebelumnya membayangkan masa depan yang berbeda untuk dia dan keluarganya, yakni memiliki mobil baru, apartemen yang lebih besar, dan makan di restoran merah pada akhir pekan dan liburan ke pulau tropis. kenyataannya, dia harus mengirit karena lockdown akibat Covid, pengangguran kaum muda di sana juga tinggi, dan pasar properti yang anjlok.  

"Saya tida lagi melakukan manikur, tidak menata rambut saya lagi. Saya mengganti semua kosmetik saya dengan merek China," kata dia, dikutip dari Reuters, Senin (19/9/2022). 

Fu mengaku telah mengganti merek kosmetiknya dari Givenchy ke merek China bernama Florasisi, yang harganya lebih murah sekitar 60 persen. Selain mengubah gaya hidup mewahnya, dia juga menunda rencana untuk menjual dua apartemen kecilnya untuk membeli yang lebih besar. Dia juga tetap menggunakan mobil Volkswagen Golf lamanya, tidak berniat mengganti dengan yang baru. 

"Mengapa saya tidak berani memperbarui rumah dan mobil saya, bahkan jika saya punya uang? Itu karena semuanya saat ini sedang tidak pasti," ujarnya. 

Adapun diskusi media sosial bermunculan untuk berbagi tips menghemat uang, seperti 'Live off 1.600 yuan a month challenge,' di Shanghai, salah satu kota paling mahal di China.

Yang Jun, yang terlilit utang kartu kredit sebelum pandemi, memulai sebuah grup bernama Low Consumption Research Institute di situs jejaring Douban pada 2019. Grup tersebut telah menarik lebih dari 150.000 anggota.

Yang mengatakan mengurangi pengeluaran dan menjual beberapa barangnya di situs penjualan barang bekas untuk mengumpulkan uang.

"Covid-19 membuat masyarakat pesimis. Anda tidak bisa seperti sebelumnya, menghabiskan semua uang yang Anda hasilkan, dan membuatnya kembali lagi bulan depan," ujar perempuan 28 tahun itu.

Dia mengaku telah berhenti mengonsumsi kopi Starbuck setiap hari. Kini dia sudah tak lagi memiliki utang. 

Sementara itu, China tidak memberikan sinyal kapan atau bagaimana mereka akan keluar dari kebijakan nol-Covid-nya. Di saat pembuat kebijakan melakukan berbagai langkah dengan harapan meningkatkan konsumsi, dari subsidi untuk pembeli mobil hingga voucher belanja, jauh lebih banyak uang dan perhatian telah diarahkan pada infrastruktur sebagai cara untuk merangsang ekonomi.

Adapun kebijakan nol-Covid China, termasuk lockdown ketat, pembatasan perjalanan, dan lockdown massal telah berdampak besar pada ekonomi China. Tindakan keras pemerintah terhadap perusahaan teknologi besar juga berdampak luas pada tenaga kerja muda.

Pengangguran usia 16 hingga 24 tahun mencapai hampir 19 persen, setelah mencapai rekor 20 persen pada Juli, menurut data pemerintah. Gaji pekerja muda dipangkas, misalnya di sektor ritel dan e-commerce, menurut dua survei industri. 

Menurut data yang dikumpulkan perusahaan rekrutmen online Zhilian Zhaopin, gaji rata-rata di 38 kota besar China turun 1 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini. Akibatnya, beberapa anak muda lebih suka menabung daripada berbelanja secara royal.

"Dulu saya menonton dua film setiap bulan, tetapi saya belum pernah ke bioskop sejak pandemi," ujar Fu, yang mengaku penggemar berat film.

Penjualan ritel di China naik hanya 2,7 persen secara tahunan pada Juli, pulih menjadi 5,4 persen pada Agustus tetapi masih jauh di bawah level sebelum pandemi, yang sebesar 7 persen.

Menurut survei kuartalan terbaru oleh People's Bank of China (PBOC), hampir 60 persen orang sekarang cenderung untuk menabung lebih banyak, daripada mengonsumsi atau berinvestasi lebih banyak. Angka itu naik dibandingkan tiga tahun lalu yang hanya 45 persen.

Rumah tangga China secara keseluruhan menambahkan tabungan baru sebesar 10,8 triliun yuan dalam delapan bulan pertama tahun ini, naik dari 6,4 triliun yuan pada periode yang sama tahun lalu. Itu adalah masalah bagi pembuat kebijakan ekonomi China, yang telah lama mengandalkan peningkatan konsumsi untuk mendorong pertumbuhan.

China adalah satu-satunya ekonomi terkemuka yang memangkas suku bunga tahun ini, dalam upaya untuk memacu pertumbuhan. Bank-bank besar milik negara China memangkas suku bunga deposito pribadi pada 15 September, sebuah langkah yang dirancang untuk mencegah tabungan dan meningkatkan konsumsi. 

Mengatasi peningkatan kecenderungan orang untuk menabung, pejabat PBOC mengatakan pada bulan Juli lalu bahwa ketika pandemi mereda, kemauan untuk berinvestasi dan konsumsi akan stabil dan meningkat.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut