Harga Minyak Mentah Naik Lebih dari 3 Persen dalam Sepekan, Ini Penyebabnya
NEW YORK, iNews.id - Harga minyak mentah turun tipis turun tipis pada perdagangan akhir pekan, Jumat (15/3/2024), tetapi berada di jalur kenaikan lebih dari 3 persen pada pekan ini. Hal ini didorong Badan Energi Internasional (IEA) yang menaikkan perkiraan permintaan minyak tahun 2024 dan penurunan stok Amerika Serikat (AS) yang tidak terduga.
Mengutip Reuters, minyak mentah berjangka Brent turun 45 sen atau 0,6 persen menjadi 84,83 dolar AS per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 47 sen atau 0,6 persen menjadi 80,70 dolar AS per barel.
Harga minyak masih bergerak pada kisaran 80-84 dolar AS per barel hampir sepanjang bulan lalu sebelum IEA mengangkat pandangannya mengenai permintaan minyak pada 2024 untuk keempat kalinya sejak November karena serangan Houthi mengganggu pelayaran di Laut Merah.
“Harga minyak mentah berjangka sedikit turun dari puncak barunya dalam empat bulan, kemungkinan memasuki fase konsolidasi untuk menunggu arah lebih lanjut,” ucap Pendiri Vanda Insights, Vandana Hari.
Permintaan minyak dunia akan meningkat sebesar 1,3 juta barel per hari pada 2024, menurut laporan terbaru IEA, naik 110.000 barel per hari dari bulan lalu. IEA memperkirakan akan terjadi sedikit defisit pasokan tahun ini jika anggota OPEC+ mempertahankan pengurangan produksi mereka setelah sebelumnya memperkirakan akan terjadi surplus.
Kenaikan minggu ini terjadi meskipun dolar AS menguat pada laju tercepatnya dalam delapan minggu. Dolar yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pengguna mata uang lainnya.
Selain itu, serangan Ukraina terhadap kilang minyak Rusia, yang menyebabkan kebakaran di kilang terbesar Rosneft turut mendukung harga minyak mentah.
Stok minyak mentah AS juga turun secara tak terduga pada minggu lalu karena kilang meningkatkan pemrosesan sementara persediaan bensin merosot karena permintaan meningkat.
Dari sisi permintaan, bank sentral China mempertahankan suku bunga kebijakan utama tidak berubah karena pihak berwenang terus memprioritaskan stabilitas mata uang di tengah ketidakpastian mengenai perkiraan waktu penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman konsumen, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.
Di AS, beberapa tanda perlambatan aktivitas ekonomi dipandang tidak akan mendorong The Fed untuk mulai memotong suku bunganya sebelum bulan Juni karena data lain menunjukkan kenaikan harga produsen yang lebih besar dari perkiraan pada bulan lalu.
Editor: Aditya Pratama