Impor KRL Bekas Ditolak, Dirut KAI Beberkan Dampaknya
JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, Didiek Hartantyo menyebut dampak larangan impor KRL bekas oleh pemerintah berdampak pada dua hal. Pertama, pembengkakan nilai investasi KAI untuk pengadaan kereta baru, dan kedua pembengkakan pada subsidi tarif atau PSO untuk masyarakat.
Menurutnya, pengadaan kereta baru dari PT INKA (Persero) memiliki harga yang lebih mahal dibanding membeli kereta bekas. Setidaknya, KAI perlu menyiapkan uang investasi sekitar hingga Rp4 triliun untuk untuk membeli kereta baru yang diproduksi oleh INKA.
Sementara, untuk harga satu trainset KRL bekas memiliki harga Rp1,6 miliar, sehingga untuk memenuhi kebutuhan 10 trainset diperlukan anggaran sekira Rp16 miliar. Berdasarkan surat yang dikirimkan oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) ke Kementerian Perdagangan tertanggal 13 September 2022 dengan nomor 32/ AL.105/CU/KCl/lX/2022, diketahui KRL bekas yang akan diimpor dari Jepang berjumlah 348 unit KRL Seri E217, di mana 120 unit untuk di 2023 dan 228 unit lain di 2024.
"Jadi kita akan mengikuti peraturan, sehingga untuk (tidak) melakukan importasi atau kereta bukan baru pasti ada konsekuensi kan. Nilai investasi maupun PSO-nya kan. Kita sedang godok dengan semua stakeholder," ujar Didiek usai acara fun cycling LRT Jabodebek di Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Didiek menambahkan, pihaknya akan tetap mengikuti keputusan pemerintah yang melarang importasi kereta bekas dari Jepang tersebut. Sehingga untuk menutupi kebutuhan yang terus terjadi, pihaknya bakal melakukan retrofit atau peremajaan kereta lama sambil menunggu kereta produksi INKA rampung.
Dia menyebut, saat ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah menghitung ulang terkait besaran PSO yang akan diberikan untuk PT KCI. Sebab, ketika subdisi tarif tidak dinaikkan, maka konsekuensinya selanjutnya tarif kepada masyarakat yang akan dinaiklan.
"KCI akan mengikuti arah pemerintah. Karena pemerintah tidak akan mengimpor kereta bukan baru. Masih kita kaji semuanya nanti akan sampaikan ke pemerintah lagi. Langkah-langkah apa yang akan kita lakukan," ucapnya.
Editor: Aditya Pratama