Ini 6 Fakta Penting yang Harus Diketahui tentang Aturan Ojek Online
4. Kebijakan suspend dan putus mitra harus jelas
Pemblokiran aplikasi (suspend) kerap dikeluhkan oleh pengemudi ojek online karena dinilai tidak transparan. Aplikator kerap memblokir aplikasi pengemudi dengan berbagai alasan, mulai dari soal kecuranan hingga pengemudi tidak "menarik" penumpang dalam jangka waktu tertentu.
Dalam aturan ini, aplikator wajib menyusun SOP yang jelas soal kebijakan suspend hingga putus mitra. SOP ini harus memuat soal jenis, tingkatan, tahapan, dan pencabutan sanksi. SOP ini harus dibahas bersama dan disosialisasikan kepada mitra kerja.
5. Selain ojek online, juga berlaku untuk ojek pangkalan
Permenhub 12/2019 rupanya bukan hanya berlaku bagi ojek online meski dibahas para pemangku kepentingan yang terkait ojek online. Aturan itu memang mengatur lebih banyak bagi ojek online seperti soal biaya jasa hingga kemitraan antara aplikator dan pengemudi.
Namun, ojek pangkalan juga harus mengikuti aturan itu. Dalam pasal 2 ditegaskan, sepeda motor yang menjadi objek aturan tersebut bukan hanya yang berbasis aplikasi, melainkan tanpa aplikasi.
Pemerintah meminta agar ojek pangkalan mengikuti aspek keselamatan dan keamanan. Artinya, mereka harus menggunakan kelengkapan minimal seperti helm, jaket, celana panjang, sepatu, dan lain-lain serta mematuhi aturan lalu lintas.
Dalam konteks ojek online, syarat-syarat tersebut diawasi oleh aplikator bersama kepolisian. Sementara ojek pangkalan diserahkan sepenuhnya kepada kepolisian untuk menilang apabila ada aturan yang tidak ditaati.
6. Picu kontroversi
Saat aturan ini dibahas, muncul kontroversi soal legalitas ojek online sebagai angkutan umum. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ) tidak memasukkan kendaraan roda dua dalam kategori angkutan umum.
Organda menjadi pihak yang menentang legalisasi ojek sebagai angkutan umum. Namun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berdalih absennya ojek online dalam UU 22/2009 memberikan ruang bagi pemerintah melakukan diskresi kebijakan.
Apapun argumennya, Permenhub tersebut tetap terbuka untuk digugat di Mahkamah Agung. Sejak jauh-jauh hari, Organda menjadi salah satu pihak yang menyatakan kesiapannya menempuh jalur hukum jika aturan itu diterbitkan.
Editor: Rahmat Fiansyah