Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pemerintah Tegaskan Pemberian 1,4 Juta Ha Hutan Adat, Dialokasikan 4 Tahun ke Depan
Advertisement . Scroll to see content

Jelang Debat Cawapres: Pegiat Lingkungan Soroti Penambangan Nikel hingga Food Estate

Minggu, 21 Januari 2024 - 18:18:00 WIB
Jelang Debat Cawapres: Pegiat Lingkungan Soroti Penambangan Nikel hingga Food Estate
Pegiat lingkungan berharap pada Debat Cawapres nanti malam muncul gagasan baru dari masing-masing kontestan terkait sumber daya alam hingga lingkungan hidup. (Foto: Ilustrasi/Freepik)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Para pegiat lingkungan menyampaikan keresahannya terkait kondisi hutan adat saat ini. Keberadaan hutan adat saat ini kian parah karena minimnya pengakuan oleh pemerintah.

Persentasi hutan adat sekarang hanya 1,6 persen atau sebesar 221.648 hektare dari total 20.856.744 hektare potensi hutan adat yang ditetapkan. Potensi tersebut setara dengan 10,93 persen luas daratan Indonesia.

Proporsi penetapan hutan adat yang rendah berada di Maluku dengan 0,10 persen dan Papua 0,36 persen. Kondisi tersebut menunjukkan adanya ketidaksetaraan regional dalam pengakuan hak-hak masyarakat adat.

Hal ini memerlukan perhatian khusus terutama di wilayah-wilayah tersebut guna memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat diakui dan dilindungi.

Oleh karena itu, sejumlah pegiat berharap dalam Debat Cawapres nanti malam, dengan tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa, muncul gagasan baru dari masing-masing kontestan.

Communication Strategist Development Dialog Asia (DDA), Mardiyah Chamim menyoroti pentingnya perlindungan masyarakat adat dan komunitas lokal dari penambangan nikel, dan ekspansi sawit.

“Harapanku, Pak Mahfud juga membahas bagaimana melindungi masyarakat adat dan komunitas lokal dari penambangan nikel, ekspansi sawit,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (20/1/2024).

Dia mengungkapkan, perlunya standar operasional prosedur (SOP) dan standar yang memenuhi safeguarding lingkungan, masyarakat adat dan lokal.

“How-nya ini harus melibatkan best practices yang sudah terjadi di lapangan, dengan melibatkan banyak diskusi serta partisipasi masyarakat sipil," tuturnya.

Menurutnya kebijakan apapun harus berdasarkan bukti, riset dan data. Dia mencontohkan, jangan hanya bagi-bagi susu sapi gratis tanpa riset. Padahal, stunting bukan dikarenakan kurangnya susu sapi yang menurut Mardiyah mengabaikan banyak riset dan kampanye Air Susu Ibu (ASI).

Sementara itu, pegiat lingkungan Innandya Irawan, menilai kegagalan food estate di Kalimantan Tengah yang bermula dari penggundulan hutan dan penanaman tanaman pangan yang tidak cocok dengan kondisi tanah. Hal ini justru memicu carbon emission dan membuat banjir kawasan sekitar.

Menurutnya, hal tersebut jelas merugikan masyarakat adat secara langsung. Dia mempertanyakan solusi para paslon. 

“Bagaimana justifikasi dan ramifikasi dari rencana yang salah kaprah ini?” kata dia.

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut