Kaleidoskop 2021: Dililit Utang Triliunan, Garuda Indonesia Berjuang dari Kepailitan
JAKARTA, iNews.id - Pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir memberikan imbas signifikan pada semua sektor, termasuk industri penerbangan. Dan Garuda Indonesia sebagai maskapai nasional harus berjuang supaya tidak bangkrut dan dipailitkan.
Kondisi keuangan Garuda mengalami kontraksi selama pandemi. Selain keuangan merugi juga dililit banyak utang.
Utang jumbo Garuda terbongkar pada Mei tahun ini. Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengakui kondisi keuangan dan arus kas perusahaan minus. Bahkan, perseroan punya beban utang hingga Rp70 triliun. Jumlah itu bertambah lebih dari Rp1 triliun setiap bulannya seiring penundaan pembayaran kepada pemasok.
Kondisi tersebut membuat Kementerian BUMN selaku pemegang saham memberikan empat opsi untuk menyelamatkan Garuda. Pertama, pemerintah terus mendukung dengan memberikan pinjaman atau suntikan, namun opsi ini berpotensi meninggalkan Garuda dengan warisan utang yang besar. Kedua, menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda Indonesia, dengan menggunakan legal bankruptcy process untuk merestrukturisasi kewajiban mencakup utang, sewa, dan kontrak kerja.
Ketiga, merestrukturisasi Garuda Indonesia dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru, di mana Garuda Indonesia akan dibiarkan melalui restrukturisasi, namun di saat yang sama mulai didirikan perusahaan maskapai penerbangan domestik baru. Maskapai baru ini akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda Indonesia dan menjadi national carrier di pasar domestik. Keempat, Garuda Indonesia dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan mengisi kekosongan.
Dari opsi-opsi tersebut, Garuda memilih melakukan restrukturisasi melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Kendati demikian, opsi ini punya risiko pailit jika Garuda gagal melakukan negosiasi dengan kreditur.
Manajemen pun mulai melakukan restrukturisasi, di antaranya negosiasi dengan sejumlah kreditur dan lessor, mengurangi jumlah armada, memangkas rute-rute yang tidak menguntungkan hingga mengurangi jumlah karyawan dan memotong gaji termasuk direksi dan komisaris. Selain itu, mengoptimalisasi pengelolaan sejumlah lini bisnis potensial untuk mendukung peningkatan pendapatan usaha lewat kerja sama dengan mitra usaha.
Sementara pada Agustus lalu, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan transformasi dan efisiensi di Garuda Indonesia dengan memangkas jumlah komisaris dan direksi Garuda. Dari lima komisaris dikurangi menjadi tiga orang dan direksi dari delapan menjadi enam orang.
Di tengah upaya restrukturisasi, muncul kabar pemerintah telah menyiapkan Pelita Air Service (PAS) sebagai penganti Garuda jika restrukturisasi dan negosiasi gagal. Soal itu, Wamen BUMN II Kartika Wirjoatmodjo membenarkannya.
"Kalau mentok, ya kita tutup (Garuda), tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar," katanya.
Hingga kuartal III tahun ini, utang emiten dengan kode GIAA itu membengkak menjadi 9,78 miliar dolar AS atau sekitar Rp140 triliun. Dari jumlah itu, utang terbesar dari kewajiban pembayaran sewa pesawat kepada lessor sebesar 6,3 miliar dolar AS. Garuda juga mengurangi jumlah armada pesawat dari 142 unit hanya 60 unit yang beroperasi. Selain itu, Garuda juga mengalami ekuitas negatif sebesar 2,8 miliar AS atau Rp40 triliun.
"Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum. Ini yang sekarang kita sedang upayakan gimana keluar dari posisi ini," ucap Kartika.
Sementara bengkaknya utang perseroan, Erick mengungkapkan, bukan hanya karena imbas pandemi tapi kesalahan di masa lalu. Dia menyebut, Garuda menjalankan bisnis model yang salah urus sejak awal. Garuda menjadi maskapai yang menyewa pesawat paling banyak di dunia, sehingga sewanya pesawatnya paling mahal, yakni mencapai 26 persen, sedangkan rata-rata maskapai 6 persen dari pos operasionalnya.
Erick menilai, manajemen tidak memaksimalkan ceruk pasar domestik yang potensial. Padahal, penerbangan masih didominasi oleh penumpang domestik. Tercatat, 78 persen penumpang menggunakan pesawat untuk bepergian antarpulau dengan estimasi perputaran uang mencapai Rp1.400 triliun.
Selain itu, menumpuknya utang Garuda juga ada indikasi praktik korupsi, di mana ada skenario mencari uang di penyewaan pesawat. Ini terbukti dengan dijebloskannya mantan pejabat Garuda Indonesia karena kasus korupsi.
Kondisi yang dialami maskapai pelat merah sangat kompleks. Garuda beberapa kali digugat, di antaranya oleh My Indo Airlines, PT Prima Raya Solusindo, dan PT Mitra Buana Koorporindo (MBK). Garuda pun masuk dalam status PKPU sementara pada 9 Desember 2021, di mana permohonan PKPU tersebut dari PT Mitra Buana Koorporindo.
Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra mengatakan, putusan PKPU tersebut bukan berarti perusahaan pailit. Namun memberikan waktu bagi Garuda untuk bernegosiasi dengan kreditur. Dia pun memastikan operasional Garuda tidak terganggu dengan status tersebut.
"Kami pastikan operasional perusahaan tetap berjalan," ujarnya.
Saham Garuda Indonesia hingga saat ini sudah disuspensi selama enam bulan karena penundaan pembayaran kupon sukuk. Adapun delisting dilakukan setelah suspensi saham berlangsung sekurang-kurangnya 24 bulan setelah pengumuman suspensi.
Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, hal yang akan membuat saham Garuda delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI), jika proses PKPU perseroan berakhir pailit. Namun dia optimistis proses PKPU yang dijalankan Garuda di Pengadilan Niaga Pengadilan Jakarta Pusat akan berakhir dengan homologasi atau pengesahan perdamaian.
"Itu (delisting) kalau kepailitan, PKPU arahnya homologasi. Bursa kalau memang dirasa tidak ideal, ya bisa saja delisting. Tapi kami meyakini setelah proses homologasi bisa disehatkan lagi," ucap Kartika.
Irfan menambahkan, Garuda terus memberikan perhatian penuh pada hal tersebut. Untuk itu, kata dia, Garuda tengah fokus melakukan upaya terbaik dalam percepatan pemulihan kinerja melalui proses PKPU guna menghasilkan kesepakatan terbaik dalam penyelesaian kewajiban usaha, sehingga nantinya saham Garuda dapat kembali diperdagangkan.
Dia pun optismistis perseroan bisa selamat menyelesaikan proses restrukturisasi yang sedang dijalani.
"Kami optimitis, kami akan melewati PKPU ini," kata Irfan.
Kementerian BUMN juga meyakini keuangan Garuda akan mulai membaik pada tahun depan. Pemegang saham pun menargetkan proses PKPU bisa dilakukan dalam waktu 180 hari atau pada pertengahan 2022 mendatang. Target ini lebih cepat dari yang ditetapkan Pengadilan Niaga, yakni maksimum 270 hari.
Editor: Jujuk Ernawati