Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Bareskrim Periksa Pejabat BPJS Kesehatan Usut Kebocoran Data 279 Juta WNI
Advertisement . Scroll to see content

Kebocoran Data 279 Juta WNI di BPJS Kesehatan Bisa Berujung Pidana

Senin, 24 Mei 2021 - 20:16:00 WIB
Kebocoran Data 279 Juta WNI di BPJS Kesehatan Bisa Berujung Pidana
Pelayanan BPJS Kesehatan. (Foto: iNews/Dedi Mahdi)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kebocoran data 279 juta warga negara Indonesia (WNI) di Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa berujung pada ranah pidana. Jalur hukum akan berjalan bila ada peserta yang mengalami kerugian. 

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan hal itu diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Dalam UU tersebut  dijelaskan menghilangkan, tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan dalam buku catatan, dokumen, laporan kegiatan usaha, atau laporan transaksi BPJS Kesehatan hingga dana jaminan sosial, maka manajemen atau direksi dapat dikenakan sanksi hukum.

Hal itu diperkuat oleh ketentuan bahwa direksi bertanggung jawab secara terhadap renteng kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan dana jaminan sosial. Dalam konteks ini, direksi dapatdipenjara paling lama delapan tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1 miliar. 

"Sebenarnya data WNI menjadi rahasia negara, jadi dari sisi pemerintah kalau memang bocor bisa langsung dipidanakan sih enaknya. Kalau cuma antara peserta atau masyarakat dengan BPJS Kesehatan kan diatur hanya untuk perselisihan," ujar Timboel Siregar, saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (24/5/2021). 

Dia menilai, jika kebocoran data 279 juta WNI menyebabkan kerugian bagi peserta, maka bisa dilakukan pengaduan. Meski begitu, ada sejumlah tahap pengaduan yang harus dilakukan peserta. Misalnya, pihak yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum dapat diselesaikan unit yang dibentuk oleh direksi BPJS Kesehatan, maka penyelesaian sengketanya dilakukan melalui mekanisme mediasi.

Mekanisme mediasi dilakukan melalui bantuan mediator yang disepakati kedua belah pihak secara tertulis. Tahap mediasi dilakukan paling lama 30 hari kerja sejak penandatangan kesepakatan keduanya. Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi sendiri ada setelah kesepakatan bersama yang berlaku secara tertulis, bersifat final dan mengikat.

Selanjutnya, pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan peserta melalui mekanisme mediasi, maka penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.

"Misalnya saya merasa punya data, kok bocor, mulanya saya buka BPJS Kesehatan, prosesnya memang dimulai dengan musyawarah sampai akhirnya di bawah pengadilan. Peserta bisa mengajukan ganti rugi, ini dari sisi perdata, kalau dari sisi pemerintah bisa dipindana langsung," kata dia. 

Pengawasan terhadap BPJS Kesehatan sendiri dilakukan secara eksternal dan internal. Dimana, pengawasan internal dilakukan oleh organ pengawas BPJS yang terdiri atas Dewan Pengawas dan satuan pengawas internal. Sementara pengawasan eksternal dilakukan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan lembaga pengawas independen.

Selain itu pun ditegaskan bahwa dana jaminan sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang dihimpun melalui iuran dan hasil pengembangan yang dikelola manajemen.  

Sementara peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Iuran sendiri dipahami sebagi sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, atau pemerintah.

Editor: Jeanny Aipassa

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut