Kenapa Trump Terapkan Tarif 32 Persen untuk Indonesia? Begini Penjelasan Kadin
JAKARTA, iNews.id - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkap penyebab Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif resiprokal sebesar 32 persen terhadap Indonesia.
Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie mengatakan, Trump menilai Indonesia telah menerapkan tarif terhadap produk impor dari AS yang jika ditotal mencapai 64 persen. Dalam dokumen 2025 National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers, Indonesia dipandang telah menaikkan tarif impor secara progresif selama 10 tahun terakhir.
Peningkatan tarif terjadi pada berbagai komoditas impor, khususnya barang yang bersaing dengan produk buatan dalam negeri AS.
Meski demikian, alasan mendasar pengenaan tarif hingga 32 persen perlu diklarifikasi secara menyeluruh. Pemerintah Indonesia, lanjut Anindya, perlu memeriksa dengan saksama kebenaran tuduhan AS tersebut.
Lebih lanjut Anindya menilai tepat langkah Pemerintah Indonesia dalam menyiapkan berbagai langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh Pemerintah AS, terutama yang disampaikan dalam laporan NTE yang diterbitkan US Trade Representative.
"Kita dukung pembuatan tim untuk klarifikasi dan negosiasi," katanya, dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (4/4/2025).
AS, sambung Anindya, juga menyoroti lima kebijakan pemerintah Indonesia yang dianggap merugikan. Kelima kebijakan tersebut perlu diperiksa kembali untuk memastikan kebenarannya.
"Pertama, sejumlah perubahan tarif barang masuk yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, yang kemudian mengalami revisi beberapa kali sehingga menjadi PMK Nomor 96 Tahun 2023," ujarnya.
Selanjutnya, proses penilaian pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, memicu kekhawatiran, yakni meliputi proses audit yang dinilai tidak transparan dan rumit, denda besar untuk kesalahan administratif, mekanisme sengketa yang panjang, dan kurangnya preseden hukum di pengadilan pajak.
Ketiga, PMK Nomor 41 Tahun 2022 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Salah satu aturan yang disoroti mengenai penambahan jumlah barang impor yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 22.
Para pengusaha AS khawatir proses klaim pengembalian lebih bayar PPh yang dibayar di muka dapat memakan waktu bertahun-tahun.
Keempat, cukai minuman beralkohol impor yang lebih tinggi daripada domestik. Minuman beralkohol buatan luar negeri dengan kadar 5 dan 20 persen dikenai cukai 24 persen lebih tinggi daripada buatan lokal. Ini juga terjadi pada cukai minuman beralkohol impor dengan kadar 20 dan 55 persen yang dikenakan cukai 52 persen lebih tinggi.
Kelima, perubahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas. Menurut AS, perluasan lisensi impor untuk lima komoditas, di antaranya gula, beras, daging, ikan, dan garam. Dalam perkembangannya, aturan ini memuat 19 produk lain yang memerlukan lisensi impor dengan asesmen pemerintah Indonesia.
Kebijakan diperluas pada awal 2025 dengan memasukkan bawang putih. Kemudian apel, anggur, dan jeruk akan dimasukkan dalam daftar pada 2026.
Editor: Anton Suhartono