Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : PDIP Soroti Ketimpangan Layanan Kesehatan di Kota Besar dan Kecil: Banyak Antrean di RS
Advertisement . Scroll to see content

Krisis Ekonomi Sri Lanka Memburuk: RS Kehabisan Obat, Layanan Kesehatan di Ambang Kolaps

Selasa, 19 April 2022 - 06:36:00 WIB
Krisis Ekonomi Sri Lanka Memburuk: RS Kehabisan Obat, Layanan Kesehatan di Ambang Kolaps
Krisis Ekonomi Sri Lanka memburuk: RS kehabisan obat, layanan kesehatan di ambang kolaps. Foto: Reuters
Advertisement . Scroll to see content

KOLOMBO, iNews.id - Krisis ekonomi di Sri Lanka memburuk. Bahkan, akibat kondisi tersebut, rumah sakit di negara itu kehabisan stok obat-obatan. 

Dokter di seluruh Sri Lanka mengatakan, rumah sakit kehabisan obat-obatan. Mereka takut akan terjadi bencana kesehatan jika bantuan internasional tidak segera datang. 

"Hari demi hari smeuanya habis. Jika kita sampai pada titik nol, maka saya tidak tahu apa yang akan terjadi," kata Sekretaris Asosiasi Spesialis Medis Sri Lanka, Dr Gnanasekaram, dikutip dari BBC, Selasa (19/4/2022). 

Dia menjelaskan, RS telah kekurangan obat-obatan, obat bius, implan, bahan jahitan. Bahkan, mereka hampir kehabisan stok. Mereka khawatir layanan kesehatan akan runtuh kecuali ada bantuan segera. Jika persediaan tidak segera diisi ulang, dia memperingatkan konsekuensi yang mengerikan.

"Jika itu terjadi, mungkin ada situasi di mana kita tidak akan bisa menyelamatkan nyawa pasien," ujarnya.

Sri Lanka berada di tengah krisis ekonomi terburuk dalam sejarah. Negara ini mengimpor sekitar 85 persen dari pasokan medisnya. Tetapi dengan cadangan mata uang asing yang menipis, obat-obatan esensial sekarang sulit didapat.

Di kantornya di rumah sakit anak terbesar di Sri Lanka, Lady Ridgeway, Direktur Medis Dr Wijesuriya menunjukkan beberapa obat seperti atracurium - digunakan dalam anestesi - hanya memiliki stok tersisa dua bulan. Persediaan obat-obatan lain bahkan lebih sedikit jumlahnya.

Obat penghilang rasa sakit fentanyl hanya memiliki stok tersisa dua minggu. Sedangkan tiga jenis antibiotik yang berbeda sudah habis.

Untuk saat ini Dr Wijesuriya mengatakan, dia mengelola kekurangan ini dengan substitusi. Dia tetap optimistis pemerintah akan menemukan cara untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan pasiennya.

Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Sri Lanka pada awalnya membantah obat-obatan sudah habis, bahkan ketika dokter melaporkan masalah tersebut. Sehari kemudian, Departemen Penerangan Pemerintah memberikan koreksi, mengakui ada kekurangan beberapa obat dan peralatan kesehatan.

Dokumen yang dilihat BBC, wawancara dengan serikat medis dan kesaksian dari dokter garis depan mengungkapkan rumah sakit di seluruh negeri sangat membutuhkan berbagai obat dan peralatan untuk menyelamatkan jiwa.

Staf medis mengatakan, krisis pasokan telah memaksa mereka untuk menangguhkan operasi yang tidak penting, dan menggunakan kembali atau menjatah beberapa peralatan.

"Dalam waktu dua minggu, kami mungkin harus menghentikan sebagian besar operasi dan hanya melakukan keadaan darurat," kata seorang dokter sambil menyusun daftar kebutuhan penting seperti cairan IV, parasetamol, dan antibiotik yang timnya kesulitan dapatkan.

"Mungkin ada saatnya kita bahkan harus berhenti merawat pasien kanker," imbuhnya.

Dia berasal dari daerah yang dilanda perang saudara di negara itu. Bekerja sebagai dokter dalam konflik memiliki banyak tantangan, tetapi krisis ekonomi datang dengan banyak tantangan lainnya.

"Selama perang kami memiliki keterbatasan, tetapi kami masih bisa mendapatkan sesuatu dari kementerian di Kolombo. Tetapi sekarang bahkan kementerian kesehatan tidak memiliki persediaan. Selama masa perang kami tidak begitu frustrasi dan putus asa seperti sekarang ini," tuturnya.

Sri Lanka menjalankan sistem perawatan kesehatan nasional secara gratis, yang diandalkan oleh jutaan orang di negara tersebut.

Sementara Kasun (bukan nama sebenarnya), yang bekerja di sebuah rumah sakit di provinsi Selatan mengatakan, hanya tersisa beberapa hari sebelum obat habis kecuali pasokan datang.

"Kami diberitahu untuk menggunakan apa yang kami miliki dengan hemat, tetapi tidak ada solusi nyata. Saya merasa tidak berdaya," ujarnya.

Serikat dokter terbesar di Sri Lanka, Asosiasi Pejabat Medis Pemerintah (GMOA) menyalahkan krisis pada manajemen keuangan dan ekonomi yang buruk dan meminta orang-orang dari luar negeri untuk menyumbangkan persediaan. Mereka juga telah menerbitkan daftar ekstensif item yang sangat dibutuhkan, yang meliputi antibiotik, parasetamol, obat tekanan darah dan antidepresan.

Grup WhatsApp dari dokter Sri Lanka di seluruh dunia sedang sibuk mencari obat-obatan, ketika diaspora turun tangan untuk membantu. Dr Saman Kumara, presiden Masyarakat Perinatal Sri Lanka, merekam pesan video putus asa minggu lalu, memohon tabung ET untuk membantu bayi yang baru lahir.

"Kami hampir menggunakan semua stok dan tidak ada tabung ET yang akan tersedia dalam beberapa minggu," katanya. 

Dr Kumara mengatakan, dia telah menginstruksikan staf untuk membersihkan dan mensterilkan tabung jika perlu digunakan kembali. Setelah pesannya tersebar, para dokter di seluruh dunia mulai beraksi untuk membantu. Tapi dia mengatakan kekurangan lainnya tetap ada.

Dr Anver Hamdani, yang baru-baru ini ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Sri Lanka untuk mengoordinasikan upaya agar layanan kesehatan tetap berjalan, mengatakan, dia dan rekan-rekannya sedang berupaya mengatasi kekurangan tersebut.

Dia berharap janji dari pemerintah luar negeri termasuk batas kredit dari India, pemasok utama obat-obatan Sri Lanka, ditambah sumbangan yang masuk akan mencegah krisis yang membayangi.

"Kami harus mengakui ini adalah periode yang menantang, ada sejumlah kekurangan yang wajar dari hal-hal tertentu," ucapnya.

Dia mengakui setelah masalah pasokan jangka pendek teratasi, masih perlu dicarikan solusi pembiayaan yang berkelanjutan.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut