Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Jadi Pusat Pertumbuhan Fintech, Indonesia Hadir dalam Konferensi Financial Technology di Hong Kong
Advertisement . Scroll to see content

Marak Praktik Pinjol seperti Rentenir, OJK Diminta Setop Izin Fintech

Jumat, 17 September 2021 - 12:51:00 WIB
Marak Praktik Pinjol seperti Rentenir, OJK Diminta Setop Izin Fintech
Marak praktik pinjol seperti rentenir, OJK diminta setop izin fintech. (Foto: Ilustrasi/Ist)
Advertisement . Scroll to see content

Menurutnya, OJK perlu melakukan evaluasi serius terhadap keberadaan pinjol. Mereka perlu membuat pemetaan dari berbagai masalah yang muncul selama ini dan bagaimana mengatasinya.

“Termasuk bagaimana mengatasi perusahaan pinjol yang beroperasi dari luar negeri. Ini harus segera dilakukan, agar situasi tidak semakin memburuk,” ucapnya dia.

Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK, penegakan hukum penanganan pinjol masih menghadapi banyak masalah, terutama yang ilegal. Mereka sulit ditangani karena pemilik pinjol ilegal hanya 22 persen yang memiliki server di Indonesia. Sedangkan, 44 persen lainnya tidak terdeteksi dan sisanya berada di luar negeri.

Gobel menilai, maraknya pinjol juga harus menjadi indikator bagi otoritas keuangan untuk perlu instrospeksi bagi lembaga-lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan Permodalan Nasional Madani (PNM).

“Maraknya pinjol tidak terlepas dari ketidakmampuan bank, koperasi dan PNM menjangkau orang-orang yang sedang kesusahan tersebut,” ujarnya.

Karena itu, Gobel berpendapat, pemerintah dan otoritas keuangan segara memperkuat perbankan untuk rakyat kecil, koperasi, dan PNM. Caranya, dengan memberikan prosedur yang lebih mudah. Selain itu, juga perkuat jejaringnya agar bisa menjangkau ke seluruh pelosok negeri.

Menurut survei Bank Indonesia (BI), pelaku usaha kecil yang sudah mendapat aliran kredit dari bank sebenarnya baru mencapai 30,5 persen dari total UMKM yang ada di dalam negeri. Sisanya 69,5 persen belum mendapat akses kredit dari bank. Dari jumlah tersebut, sekitar 43 persen dinilai sangat membutuhkan kredit dengan potensi bisa mencapai Rp1.600 triliun.

“Jadi kesenjangan kredit atau credit gap masih tinggi. Oleh karena itu, tidak boleh menyalahkan masyarakat jika mereka tergiur dengan pinjol. Mereka sangat membutuhkan pembiayaan, tapi bank, koperasi dan PNM tidak mampu melayani kebutuhan itu. Kondisi inilah yang harus dibenahi,” ucap Gobel.

Dari sisi regulasi, menurut dia, perlindungan terhadap masyarakat belum kuat karena kehadiran perusahaan pinjol baru diatur berdasarkan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016. Selain itu, sampai saat ini RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum juga bisa disahkan karena pemerintah tidak setuju dibentuknya lembaga pengawas yang bersifat independen.

Terkait dengan aktivitas keuangan digital seperti pinjol, Indonesia membutuhkan UU Financial Technology (Fintech) dan UU PDP. Namun sampai saat ini UU Fintech masih menjadi wacana, sementara untuk pembahasan UU PDP belum ditemukan kata sepakat antara DPR dan pemerintah.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut