Myanmar Krisis, Produsen Migas Prancis Ngotot Tetap Beroperasi
YANGON, iNews.id - Total memastikan operasional perseroan tetap berjalan di Myanmar. Perusahaan migas asal Prancis tersebut tengah ditekan untuk menghentikan produksi di negara yang tengah menghadapi krisis akibat kudeta militer.
Dikutip dari Reuters, Minggu (4/4/2021), sekelompok LSM mendesak Total mengkaji penghentian operasional di tengah tuduhan perusahaan membayarkan pajak untuk membiayai pemerintahan junta militer.
CEO Total, Patrick Pouyanne menegaskan tidak akan menghentikan produksi gas di Lapangan Yadana, Myanmar sepanjang pegawai yang bekerja masih aman. Dia menyebut, perusahaan harus tetap beroperasi karena jika tidak, banyak yang akan dirugikan.
Pertama, dia tak ingin para pegawai Total menjadi tenaga kerja paksa di bawah pemerintahan junta militer. Kedua, dia tak ingin memutus sumber energi Myanmar.
"Bisakah kita menghentikan produksi gas yang selama ini menyuplai listrik kepada cukup banyak penduduk di Yangon, sehingga menambah penderitaan mereka? Otoritas Thailand telah mengingatkan kami pentingnya sumber energi ini," kata Pouyanne.
Berlokasi di pesisir Barat Daya Teluk Martaban, Lapangan Gas Yadana menyuplai PLTU di Thailand. Selain itu, kata dia, lapangan tersebut juga menyuplai gas ke Myanmar lewat pipa yang dibuat dan dioperasikan BUMN migas Myanmar.
Sejak kudeta militer terjadi, kata Pouyanne, Total hingga saat ini belum membayar pajak yang mencapai 4 juta dolar AS per bulan. "Untuk alasan yang sederhana, karena sistem perbankan tak berfungsi," ucapnya.
Dia menambahkan, Total juga menghentikan proyek baru di Myanmar sebagai respons atas krisis itu. Dia mengaku terkejut dengan tindakan represif yang dilakukan militer terhadap kelompok pro demokrasi.
Pada Sabtu (3/4/2021), militer kembali melancarkan aksi kekerasan terhadap aktivis yang menewaskan sedikitnya lima orang.
Editor: Rahmat Fiansyah