OPEC+ Bakal Pangkas Produksi Minyak 2 Juta Bph meski Ada Tekanan dari AS
Adapun harga minyak global, yang melonjak pada paruh pertama tahun ini telah turun tajam di tengah kekhawatiran resesi global akan menekan permintaan. Minyak mentah Brent turun 20 persen sejak akhir Juni. Minyak patokan global itu mencapai puncaknya di 139 dolar AS per barel pada Maret setelah invasi Rusia ke Ukraina.
OPEC dan sekutunya, yang mengendalikan lebih dari 40 persen produksi minyak global berupaya mencegah penurunan permintaan minyak akibat perlambatan ekonomi yang tajam di China, AS, dan Eropa. Sanksi Barat terhadap minyak Rusia juga memperkeruh suasana.
Produksi minyak Rusia bertahan lebih baik dari yang diperkirakan, dengan pasokan dialihkan ke China dan India. AS dan Eropa sekarang sedang mencari cara menerapkan perjanjian G7 untuk membatasi harga ekspor minyak mentah Rusia ke negara-negara ketiga.
OPEC+ berada di bawah tekanan kuat dari Gedung Putih menjelang pertemuannya di Wina karena Biden mencoba mengamankan harga energi yang lebih rendah bagi konsumen AS. Pejabat senior administrasi Biden melobi rekan-rekan mereka di Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menentang pemangkasan produksi minyak.
Prospek pengurangan produksi dibingkai sebagai 'bencana total' dalam draft poin pembicaraan yang diedarkan oleh Gedung Putih ke Departemen Keuangan pada awal pekan ini.
"Penting bagi semua orang untuk menyadari seberapa tinggi taruhannya," ujar seorang pejabat AS.
Satu bulan sebelum keputusan tersebut dimulai, harga bensin AS mulai merangkak naik lagi. Ini menimbulkan risiko politik yang berusaha dihindari Gedung Putih. Naiknya harga minyak bisa berarti inflasi tetap lebih tinggi, lebih lama, dan menambah tekanan pada Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga lebih agresif.
Editor: Jujuk Ernawati