JAKARTA, iNews.id - Suku bunga tinggi yang secara agresif diterapkan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) disinyalir menjadi penyebab Silicon Valley Bank (SVB) bangkrut.
Permasalahan ini bermula ketika The Fed secara agresif meningkatkan suku bunga dari rentang 0,25 perse-0,5 persen menjadi 4,5 persen-4,75 persen sepanjang satu tahun terakhir.
Bahkan pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, di hadapan Komite Perbankan Senat pada (7/3/2023) mengindikasikan berlanjutnya kenaikan suku bunga di masa mendatang sampai laju inflasi terkendali.
Kenaikan suku bunga The Fed tersebut, menyebabkan SVB tidak mampu membiayai operasionalnya sendiri lantaran pinjaman yang semakin ketat dan melemahnya saham teknologi yang selama ini menjadi andalan SVB.
SVB pun terpaksa menginvestasikan obligasi jangka panjang untuk mendapatkan dana karena sedikitnya permintaan pinjaman dari sektor tersebut, namun tingginya suku bunga menyebabkan jatuhnya harga obligasi.
Portofolio obligasi SVB senilai 21 miliar dolar AS menghasilkan rata-rata 1,79 persen, dibandingkan dengan imbal hasil Treasury 10 tahun saat ini sekitar 3,9 persen.
Situasi ini semakin diperparah lantaran banyak nasabah SVB yang mayoritas adalah startup menarik dana dari untuk memenuhi likuiditas perusahaan.
SVB pun terpaksa menjual rugi obligasi lebih awal untuk mendanai simpanan yang ditarik oleh para nasabah. Pengumuman SVB pada (8/3/2023) yang menyatakan pihaknya ingin mengumpulkan 2,5 miliar dolar AS untuk mendapatkan dana pada akhirnya memicu nasabah untuk menarik dana besar - besaran pada saat yang bersamaan (bank run).
Hingga Kamis (9/3/2023), penarikan modal dari SVB menembus 42 miliar dolar AS atau Rp 648,69 triliun. Dengan demikian, SVB ditekan dari berbagai sisi, dimana perusahaan menghadapi kerugian dari obligasi dan pada saat bersamaan nasabah menarik dana secara besar-besaran.
Editor : Jeanny Aipassa
Follow Berita iNews di Google News