Tak Hanya Rusia, China Juga Perburuk Inflasi Dunia
BEIJING, iNews.id - Hasil analisa ekonomi terbaru dari Peterson Institute for International Economics (PIIE) menunjukkan bahwa China juga memperburuk inflasi dunia.
Dua analis PIIE, Chad Bown dan Yilin Wang, dalam laporan mereka menyatakan bahwa Rusia memang telah menciptakan krisis ketahanan pangan dan energi yang menyebabkan inflasi dunia meningkat, akibat agresi militer negara itu ke Ukraina.
Namun China secara diam-diam telah mengambil kebijakan proteksi terhadap tiga komoditas yang turut memperburuk inflasi dunia, yakni pembatasan ekspor pupuk, baja, dan daging babi.
“Perang Rusia-Ukraina telah menelan korban yang mengejutkan di kawasan itu. Ini juga berkontribusi pada krisis pangan global, karena Rusia memblokir ekspor pupuk penting yang dibutuhkan oleh petani di tempat lain, dan peran Ukraina sebagai lumbung pangan untuk Afrika dan Timur Tengah telah dihancurkan,” tulis analis PIIE, Chad Bown dan Yilin Wang, seperti dikutip CNBC, Senin (2/5/2022).
Meski demikian, ada risiko lain yang turut mempengaruhi ketahanan pangan global, yakni ketika China memilih kebijakan untuk memecahkan masalah domestik dengan meneruskan biayanya kepada negara-negara lain.
"Pembatasan yang dilakukan China telah menyebabkan harga yang lebih tinggi di negara lain, bahkan turut memperburuk krisis pangan global juga untuk pasokan baja," bunyi laporan PIIE.
Berikut uraian Chad Bown dan Yilin Wang mengenai pembatasan China terhadap sejumlah komoditas yang turut berkontribusi menyebabkan inflasi tinggi di seluruh dunia:
1. Pupuk
Harga pupuk di Cina dan di seluruh dunia mulai naik tahun lalu, sebagai akibat dari permintaan yang kuat dan harga energi yang lebih tinggi, tetapi sejak itu didorong lebih tinggi lagi setelah perang Rusia-Ukraina.
Pada Juli 2021, pemerintah China memerintahkan perusahaan-perusahaan besar di negara itu untuk menangguhkan ekspor pupuk untuk memastikan pasokan pasar pupuk kimia domestik.
Pada Oktober 2021, karena harga terus naik, otoritas China mulai mewajibkan pengawasan tambahan pada ekspor. Reuters melaporkan, pembatasan terus berlanjut hingga tahun ini, dan akan berlangsung hingga setidaknya setelah akhir musim panas.
“Kombinasi hambatan nontarif ini menyebabkan ekspor pupuk China menurun tajam, dengan lebih banyak produksi disimpan di dalam negeri, harga pupuk China turun dan bahkan mulai turun, tertapi menyebabkan harga pupuk di negara lain meningkat tajam,” tulis para analis.
Porsi ekspor pupuk global China adalah 24 persen untuk fosfat, 13 persen untuk nitrogen dan 2 persen untuk kalium sebelum pembatasan dilakukan.
Analisa PIIE menyebut ketika pasokan pupuk berkurang, lebih sedikit komoditas pangan yang ditanam, dan itu semakin memperburuk krisis pangan global yang disebabkan agresi Rusia ke Ukraina. Rusia dan Ukraina adalah eksportir utama tanaman seperti gandum, barley, jagung dan minyak bunga matahari.
2. Baja
Harga baja di China dan di seluruh dunia meningkat dalam beberapa tahun terakhir karena negara tersebut mengumumkan akan menurunkan produksi baja dalam negeri untuk memenuhi tujuan dekarbonisasi.
Untuk menurunkan lonjakan harga di dalam negeri, pihak berwenang tahun lalu mencabut larangan impor skrap baja. Mereka juga menerapkan beberapa putaran pembatasan ekspor, dan meningkatkan pajak ekspor pada lima produk baja. Pada Maret 2022, harga baja China 5 persen lebih rendah dari sebelum pembatasan.
“Tetapi seperti dalam kasus pupuk, penurunan ini datang dengan mengorbankan seluruh dunia, di mana harga di luar China tetap lebih tinggi. Kekhawatirannya adalah pelebaran irisan antara harga baja dunia dan China yang telah muncul sejak Januari 2021,” bunyi analisa PIIE.
3. Daging Babi
Harga daging babi yang tinggi secara global dimulai pada 2018 ketika China sebagai penghasil setengah dari pasokan daging babi dunia, melakukan pembatasan karena populasi ternak babi terancam wabah demam asal Afrika.
Hal itu, menyebabkan China memusnahkan 40 persen populasi babi, yang menyebabkan harga daging babi dunia naik lebih dari dua kali lipat pada akhir 2019.
PIIE mencatat, kebijakan tersebut menyebabkan harga babi dunia melonjak 25 persen karena China mengimpor lebih banyak daging babi dan menarik pasokan dari pasar.
Beijing juga memangkas tarif impor daging babi pada 2020, yang kemungkinan menyebabkan konsumen di tempat lain menderita harga yang lebih tinggi sebagai akibat dari penurunan pasokan.
Namun, pihak berwenang menaikkan tarif itu lagi tahun ini karena masalah demam babi mereda. Hal itu diprediksi akan membantu mengurangi tekanan pada harga daging babi yang dihadapi konsumen di luar China.
Editor: Jeanny Aipassa