Tuduhan Anti Dumping kepada Indonesia Meningkat, India dan AS Paling Banyak Protes
JAKARTA, iNews.id - Tuduhan anti dumping kepada Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. India dan AS menjadi negara yang paling banyak menerapkan tarif anti dumping terhadap produk-produk Indonesia.
Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), pengenaan tarif berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Imbalan (BMI) kepada Indonesia naik 30 persen sejak 2013 dari 182 kasus menjadi 244 kasus.
Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag), Srie Agustina mengatakan, negara yang paling sering menuduh Indonesia melakukan praktik perdagangan tidak sehat yaitu India (54 kasus), diikuti AS (37 kasus), Uni Eropa (37 kasus), ASEAN (34 kasus), dan Australia (28 kasus).
"Sementara kelompok produk ekspor Indonesia yang paling rentan mengalami tuduhan selama ini adalah produk baja 63 kasus, tekstil 55 kasus, kayu 52 kasus, produk kimia 50 kasus dan produk mineral 37 kasus," ujarnya, Senin (8/6/2020).
Sejak WTO berdiri pada 1995, kata Srie, Indonesia menduduki peringkat delapan sebagai negara yang paling sering dikenakan BMAD. Dari 212 jumlah penyelidikan anti dumping, 140 kasus atau 66 persen berakhir pada BMAD. Dengan kata lain, tuduhan yang berhasil dipatahkan sebanyak 34 kasus.
"Melihat ini, kita lihat positifnya bahwa Indonesia dipandang sebagai kekuatan yang setara dengan negara-negara industri tersebut, karena Indonesia menduduki peringkat kedelapan," ujarnya.
Selain itu, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara yang paling sering menjadi objek tuduhan anti subsidi. Indonesia juga menjadi negara ketujuh dunia yang paling sering dikenakan bea masuk Imbalan.
Plt Ketua Dewan Pengawas Bulog itu menilai, Indonesia patut waspada karena tuduhan tersebut melibatkan pemerintah yang dianggap memberikan subsidi secara tidak sah kepada eksportir sehingga produk ekspor yang dihasilkan dijual tak wakar dengan harga murah dan mendistorsi pasar.
"Namun ternyata tidak semua penyelidikan anti subsidi berakhir pada pengenaan atau hanya 58 persen saja yang berakhir pada pengenaan bea masuk imbalan. Sisanya dapat ditangkis, tentu setelah kita melakukan pembelaan bersama secara efektif," tuturnya.
Editor: Rahmat Fiansyah