Rupiah Ditutup Keok ke Rp16.217 per Dolar AS
Data menunjukkan sedikit perbaikan dalam disinflasi China, bahkan ketika Beijing memberikan putaran tindakan stimulus paling agresif sejak akhir September.
Sentimen konsumen yang lemah telah menjadi titik tekanan utama pada ekonomi China, karena kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan dan penurunan pasar properti yang berkepanjangan sebagian besar menghalangi pengeluaran selama dua tahun terakhir.
Dari sentimen domestik, kepesertaan Indonesia di BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan China tapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara Timur Tengah. Indonesia juga berpeluang untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara Global South dalam mengurangi hegemoni Barat yang ada saat ini.
Disisi lain, aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi China diproyeksikan akan melambat terutama pasca kembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.
Ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara China dan AS, akan mengacak stabilitas ekonomi di beberapa negara, dan ini tentunya akan berimbas pada Indonesia. Ditambah lagi ancaman Trump pada negara anggota BRICS jika melakukan dedolarisasi.
"Reaksi Trump perlu untuk diwaspadai, karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya. Jika, US memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut, tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah," ujar dia.
Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS. Tidak hanya itu, kekhawatiran ketergantungan yang semakin kuat pada China masih menghantui Indonesia.
Editor: Puti Aini Yasmin