Bank Dunia Pastikan Defisit Transaksi Berjalan RI Akan Melebar
JAKARTA, iNews.id - Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia akan melebar sepanjang tahun 2018 atau berada di level 2,4 persen. Bahkan, defisit transaksi berjalan di tahun depan masih tinggi atau berada di level 2,3 persen.
"Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan melebar menjadi 2,4 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) pada tahun 2018 dan stabil pada 2,3 persen di tahun 2019," ucap Lead Country Economist Bank Dunia Frederico Gil Sander di Soehanna Hall Gedung Energi, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Frederico menambahkan, melebarnya CAD tersebut, karena arus keluar pendapatan utama yang lebih rendah diimbangi oleh nilai tukar perdagangan yang lebih lemah. Kemudian, permintaan investasi yang terus berlanjut untuk barang modal yang diimpor dan menurunnya pertumbuhan ekonomi para mitra dagang utama.
Lalu, adanya kebijakan pemerintah yang memberlakukan kenaikan pajak penghasilan (PPh) produk impor dan menunda investasi publik tidak akan memiliki dampak yang besar pada transaksi berjalan dalam jangka waktu singkat ini.
"Langkah-langkah tersebut sebenarnya mungkin memiliki akibat yang tidak diinginkan mengingat kebutuhan Indonesia untuk memperluas ekspor yang mensyaratkan pemberian fasilitas impor, dan kesenjangan infrastrukturnya yang besar," ujarnya.
Dengan komitmen yang ditunjukkan oleh otoritas fiskal dan moneter terhadap stabilitas ekonomi, tekanan berkelanjutan dari gejolak global kemungkinan akan menimbulkan pengetatan tambahan terhadap kondisi ekonomi makro.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya mencatat defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2018 tercatat 8 miliar dolar AS atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan I-2018 sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari PDB.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan, peningkatan ini terjadi seiring dengan menguatnya ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi dan investasi di mana sektor yang paling berkontribusi adalah sektor manufaktur.
Editor: Ranto Rajagukguk