Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Kejagung Periksa Eks Dirjen Pajak Suryo Utomo terkait Kasus Korupsi Pajak
Advertisement . Scroll to see content

Disinggung Netizen Harta Tembus Rp19 Miliar, Ini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani

Minggu, 26 Februari 2023 - 12:18:00 WIB
Disinggung Netizen Harta Tembus Rp19 Miliar, Ini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani
Disinggung netizen harta tembus Rp19 miliar, ini penjelasan Stafsus Menkeu, Yustinus Prastowo
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Harta kekayaan pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ikut disorot imbas kasus Rafael Alun Trisambodo (RAT). Salah satunya Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Yustinus Prastowo.

Ini bermula dari cuitan akun @Hasbil_Lbs di Twitter yang mempertanyakan peningkatan kekayaan Yustinus Prastowo selama 1 dekade. Pasalnya, harta kekayaan Yustinus Prastowo yang Rp879,3 juta pada laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) 2011, meningkat drastis menjadi Rp19,3 miliar dalam kurun waktu 10 tahun atau pada 2021.

"Mas @prastow, taruhlah dalam 10 tahun, gaji mas Rp100 juta per bulan. Maka harta kekayaan yang terkumpul di angka Rp12 miliar. Nah di LHKPN Rp19 miliar. Luar biasa. Apa ada sampingan mas? Enggak perlu marah ya, wajar pejabat diperhatikan rakyat, dari pada nanti Bu Sri Mulyani marah-marah lagi," cuit akun @Hasbil_Lbs, dikutip iNews.id, Minggu (26/2/2023).

Merespons hal itu, Yustinus lantas membeberkan alasan hartanya yang dinilai melonjak drastis.  

"Bang @Hasbil_Lbs, terima kasih. Saya senang karena bisa menjelaskan lebih terang. Sejak 2011 saya bukan PNS. Lalu saya bekerja di private sektor hingga membuka kantor. April 2020 saya menjadi Stafsus Menkeu, maka kembali melaporkan LHKPN yang harus saya isi dengan jujur sesuai fakta," tulisnya di akunnya, @prastow.

Dia juga memberikan penjelasan lengkap mengenai kenaikan kekayaan, termasuk awal kariernya di Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu. Dia bekerja di DJP adalah selepas lulus dari STAN. 

"Orang dusun Gunungkidul yg tak pernah punya mimpi muluk. Hanya pengin bekerja. Saya bangga dan senang dapat bekerja di sini, hingga memutuskan resign 2010 yang disetujui 2011. Saya wajib lapor LHKPN waktu itu," ujarnya.

Yustinus saat itu resign baik-baik. Dia pun berkonsultasi dengan pimpinan dan pamitan. Setelah itu, dia bergabung dengan salah satu kantor konsultan sebagai karyawan, sambil mengajar di beberapa perguruan tinggi. 

"Saya juga pengajar tetap pendidikan kurator sejak 2008. Selain itu, aktivitas di LSM terus berjalan, khususnya riset dan advokasi isu pajak," ujarnya.

Setelah itu, dia pindah ke Kantor Akuntan Publik yang cukup terkenal. Di sana Yustinus banyak belajar meng-handle advisory untuk klien-klien asing. Lalu pada awal Januari 2014, dia mendirikan CITA, sebuah lembaga riset kebijakan pajak.

"Selain aktif mengadvokasi isu perpajakan, saya juga terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk memberikan pelatihan, menjadi narsum seminar lokal dan internasional, dan lain-lain. Saya juga aktif di Tim Transisi Jokowi-JK tahun 2014, bersama Mas Anies Baswedan juga waktu itu," tuturnya.

Pada 2015, Menteri Keuangan saat itu Bambang Brodjonegoro mengajaknya ikut Tim Optimalisasi Penerimaan Perpajakan (TOPP). Tidak lama kemudian, dia bergabung di tim karena alasan independensi.

Setahun kemudian atau pada 2016, ada Program Tax Amnesty. Kala itu, dia terlibat cukup intens di program tersebut, berkeliling bersama banyak lembaga melakukan sosialisasi.

Pada tahun yang sama, Sri Mulyani kembali ke Indonesia dan pada akhir 2016, Yustinus diajak membantu Tim Reformasi Kemenkeu. Tim tersebut bekerja membantu Bea Cukai dan Pajak melakukan reformasi pasca amnesti. 

"Tahun 2017 saya menerbitkan tiga buku. Tesis magister saya di UI, kumpulan tulisan di media, dan tentang tax amnesty. Ini juga dokumentasi karya, perjalanan, dan pekerjaan riset dan advisory yg kami lakukan bertahun-tahun. Hingga saya masuk ke fase baru sebagai Stafsus Menkeu," katanya.

Kembali mengenai LHKPN, kenapa meningkat drastis, dia menjelaskan bahwa basis LHKPN itu harta, bukan hanya income. Dia menegaskan bahwa harta itu kumulatif dan nilai terkini. 

"Jadi kalau kita punya tanah tahun 2010 harga Rp100 juta, bisa jadi di 2020 nilainya Rp1 miliar. Emas juga demikian, termasuk saham," ujarnya.

"Jadi kenaikan nilai harta saya itu apa adanya. Akumulasi penghasilan selama 10 tahun dan revaluasi tanah/bangunan sesuai nilai pasar. Seluruh penghasilan saya sah dan halal, saya laporkan di SPT dan saya bayar seluruh pajaknya," imbuh Yustinus.

Dia pun mengaku mengikut seluruh program pemerintah yang ada, seperti Sunset Policy 2008, Tax Amnesty 2016, Program Pengungkapan Sukarela 2022. 

"LHKPN itu sarana buat jujur, transparan. Jika bersih kenapa risih?" ucap dia.

Editor: Jujuk Ernawati

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut