Dulu Miskin, Desa Kutuh Bali Jadi Destinasi Wisata Olahraga Berkat Dana Desa
BADUNG, iNews.id - Di tengah gelapnya citra dana desa akibat korupsi kepala desa, ada pelita di selatan Bali. Desa Kutuh yang dulunya miskin dan gersang kini menjelma menjadi desa mandiri berkat dana desa dari pemerintah.
Desa Kutuh berlokasi di Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Jarak dari Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar ke desa ini sekitar 18 kilometer dengan waktu tempuh antara 30-40 menit.
Desa ini baru dibentuk pada 2002. Meski berstatus desa muda, desa yang mengusung konsep pariwisata berbasis olahraga (sport tourism) tersebut langsung menarik perhatian, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkunjung langsung pada Mei 2019.
Salah satu destinasi wisata paling hits sekaligus menjadi ikon Desa Kutuh yaitu Pantai Pandawa. Daya tarik pantai yang belum lama dibuka ini terletak pada adanya tebing-tebing besar di samping pasir dan airnya yang masih bersih.

Kepala Desa Kutuh, I Wayan Purja mengatakan, selain Pantai Pandawa, desa ini mengelola delapan unit bisnis lainnya di samping tiga unit pelayanan sosial.
"Kami mulai dari dana desa. Kami maksimalkan untuk yang sifatnya produktif," katanya, belum lama ini.
Sejak program dana desa digulirkan pada 2015 silam, Desa Kutuh sudah menerima dana desa sekitar Rp3,5 miliar. Pengelolaan dana desa di Desa Kutuh menciptakan efek berganda sangat luar biasa, karena omzet sembilan unit bisnisnya mencapai puluhan miliar rupiah per tahun.
"Niatan kami berpikir bagaimana untuk mempercepat pembangunan," ujarnya.
Transformasi Desa Kutuh dari desa miskin menjadi desa mandiri tidak semudah membalik telapak tangan. Tantangan terbesar datang dari keunikan sistem pemerintahan desa di Bali dengan konsep dualisme kekuasaan: desa dinas dan desa adat.
Wayan mengatakan, desa dinas dipimpin kepala desa yang kekuasaannya berasal dari pemerintah pusat. Berbagai hak yang tersemat salah satunya pengelolaan APBDes, termasuk di dalamnya dana desa. Namun, ada kekuasaan tradisional lain di wilayah yang sama yaitu desa adat yang dipimpin bendesa adat yang memiliki hak atas tanah adat.
Bendesa Adat Kutuh I Made Wena mengatakan, sinergi antara kepala desa dan bendesa adat menjadi kunci kesuksesan Desa Kutuh. Dari sinergi inilah lahir konsep "Utsaha Manunggal Adat" yang diterjemahkan badan usaha terintegrasi milik masyarakat adat.
"Kami bikin holding," kata Made yang juga Direktur Utama BUMDA (Badan Usaha Milik Adat) Desa Kutuh.
Made menyebut, BUMDA dibentuk sebelum ada program BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). BUMDA ini memiliki sembilan unit bisnis mulai dari lembaga keuangan hingga jasa konstruksi. Setiap unit bisnis dipimpin oleh manajer yang tak lain warga Desa Kutuh.
Desa Kutuh, kata Made, benar-benar mandiri. Warga desa menabung dan meminjam di lembaga perkreditan desa (LPD) Kutuh yang saat ini memiliki aset Rp125 miliar dari modal awal Rp13 juta pada 1998. Selain itu, desa ini juga mempunyai unit bisnis barang dan jasa seperti pusat grosir. Ini menumbuhkan warung-warung kecil di Desa Kutuh.
"Kami juga punya jasa konstruksi, Karya Undagi. Untuk mengerjakan proyek-proyek desa, kami tidak perlu kontraktor dari luar," ucapnya.
Pada tahun 2018 lalu, omzet sembilan unit bisnis Desa Kutuh mencapai Rp50 miliar. Dari jumlah itu, unit bisnis paralayang menghasilkan omzet Rp700 juta setahun. Tarif untuk menikmati wisata udara ini mencapai 100 dolar AS per 20 menit.
"Sejak 1990, Desa Kutuh jadi tempat latihan paralayang (orang) luar. Ini bisnis kami yang nyaris tanpa modal. Yang punya parasut warga. Kita juga mau bangun lapangan bola bertaraf internasional," ucapnya.
Selain bisnis, Made melengkapinya dengan tiga unit pelayanan. Pertama, kesehatan dan keamanan. Kedua, wisata edukasi. Ketiga, event organizer.
Made mengatakan, kehadiran unit pelayanan untuk menyeimbangkan pengelolaan desa yang korporatif. Hal ini untuk melestarikan adat dan budaya di Desa Ketuh. Di desa ini juga hadir atraksi Tari Kecak layaknya di Uluwatu.
"Lahan 80 persen masyarakat adat. Kepala desa enggak punya tanah. Ini kita kolaborasikan. Pemerintah (desa) juga tidak bisa memberikan pembiayaan sementara Bali berbasis Hindu yang setiap saat butuh biaya, setidaknya setahun kami menyediakan anggaran Rp3 miliar untuk ritual adat budaya," ucapnya.
Sinergi bisnis dan budaya khas Desa Kutuh menciptakan devisa yang besar bagi negara di samping penciptaan lapangan kerja. Kesuksesan desa ini juga coba ditularkan ke desa-desa lain, baik di Bali maupun luar Bali. Pola pikir yang dibangun di Desa Kutuh yaitu dana desa merupakan trigger untuk menciptakan efek lebih luas, terutama kesejahteraan masyarakat.
"Semua kita kejar, kita kejar juga perbankan, Bank Mandiri. Kami juga kerja sama dengan kampus, tanda tangan dengan tujuh perguruan tinggi (PT). Ada satu PT di Jawa setiap tahun kirim empat tim KKN. Kami juga kejar travel agent. Dulu diam saja, kapan orang datang ke kita kalau kita diam saja?," ujar Made.
Sementara itu, Direktur Retail Banking Bank Mandiri Donsuwan Simatupang menyebut Desa Kutuh merupakan desa luar biasa yang berhasil memanfaatkan dana desa. Dipilihnya konsep wisata juga tepat karena marjin laba dari bisnis ini sangat besar.
"Wisata itu punya keunggulan luar biasa dalam bentuk marjin. Harga kelapa di Jakarta Rp10 ribu, Bali itu bisa 5 kali lipat. Ini yang bikin Bali selalu tumbuh (ekonominya) di atas nasional," tuturnya.
9 Unit Usaha Desa Kutuh:
1. Unit Usaha LPF
2. Unit Usaha DTW Pantai Pandawa
3. Unit Usaha DTW Gunung Payung Cultural Park
4. Unit Usaha Pengelolaan Barang dan Jasa
5. Unit Usaha Piranti Yadnya
6. Unit Usaha Atraksi Wisata Paragliding
7. Unit Usaha Atraksi Seni dan Budaya
8. Unit Usaha Jasa Transportasi Pandawa Mandiri
9. Unit Usaha Jasa Konstruksi Karya Undagi
Tiga Unit Pelayanan Desa Kutuh:
1. Layanan Panyukerta Desa Adat
2. Layanan Wisata Edukasi
3. Layanan Event Organizer
Editor: Rahmat Fiansyah