Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : BI Dinilai Perlu Tahan Suku Bunga di 4,75 Persen, Ini Alasannya
Advertisement . Scroll to see content

Inflasi AS Sentuh 9,1 Persen, Begini Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia

Kamis, 14 Juli 2022 - 14:26:00 WIB
Inflasi AS Sentuh 9,1 Persen, Begini Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia
Ilustrasi inflasi. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut bahwa inflasi di Amerika Serikat (AS) perlu diwaspadai karena ada dua jalur transmisi yang dapat berimbas ke negara lain. Inflasi AS pada Juni kembali melejit mencapai 9,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) sekaligus yang tertinggi dalam 41 tahun terakhir. 

Menurutnya, pertama adalah jalur moneter, di mana inflasi yang tinggi akan menciptakan suku bunga yang semakin meningkat dari Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed). 

"Ini akan membuat dolar AS semakin perkasa bahkan terhadap Euro, terhadap mata uang dominan lainnya, apalagi terhadap nilai tukar rupiah. Jadi dalam beberapa pekan ke depan rupiah diperkirakan akan bergejolak," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (14/7/2022). 

Bhima memprediksi Rupiah akan melemah dan arus modal asing akan semakin deras keluar. Hal tersebut juga akan bergantung pada respon Bank Indonesia (BI). Misal, kata Bhima, apakah BI akan melakukan langkah dengan menaikan suku bunga. 

"Berapa basis poin (kenaikannya)? Nah itu yang akan jadi pertanyaan besar," kata dia.

Kedua adalah jalur perdagangan. Bhima menyebut, jika inflasi AS naik berarti kinerja ekspor untuk tujuan AS bisa terganggu. Lalu, konsumsi rumah tangga di AS daya belinya turun, sehingga mempengaruhi permintaan barang-barang yang ada di Indonesia. 

"Jadi kalau kita lihat AS sebagai mitra dagang yang utama, maka ini akan bisa mempengaruhi neraca perdagangan dalam semester ke-II/2022," ucap Bhima.

Secara total neraca perdagangan mungkin bisa makin menurun. Kemudian, efek lainnya biaya bahan baku yang diambil dari AS atau dikirim dari AS akan mengalami kenaikan harga. Kenaikan harga ini nanti akan diteruskan kepada konsumen sehingga ada transmisi inflasi yang tinggi di AS terhadap harga-harga kebutuhan pokok yang ada di Indonesia. 

"Ini yang mesti diwaspadai. Kalau inflasi terlalu tinggi tentu efeknya nanti kepada pemulihan ekonomi Indonesia jadi terhambat," tuturnya. 

Kemudian, terkait dengan perdagangan harus dicari pasar-pasar alternatif selain dari AS yang masih prospektif. Kemudian substitusi impor bahan baku. Satu di antaranya, bahan baku obat-obatan dimana 90 persen bahan baku obat-obatan masih diimpor terutama dari negara-negara maju. 

"Nah ini perlu dicari alternatif bahan baku di dalam negeri untuk obat-obatan. Itu bisa mengurangi dampak dari selisih kurs," ujar Bhima. 

Terakhir, beban utang pemerintah dan utang luar negeri swasta perlu dikendalikan karena efek dari pelemahan nilai tukar terjadi selisih kurs yang bisa membahayakan ekonomi. 

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut