Jika Iuran Tak Naik, Defisit BPJS Kesehatan Tahun Ini Bisa Tembus Rp32,8 Triliun
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Jika iuran tidak naik, defisit BPJS Kesehatan tahun ini berpotensi mencapai Rp32,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perkiraan tersebut berdasarkan perhitungan potensi defisit BPJS Kesehatan tahun ini yang sebesar Rp23,7 triliun plus sisa defisit tahun lalu Rp9,1 triliun.
"Apabila jumlah iuran tetap sama seperti yang ditargetkan, proyeksi manfaat maupun rawat inap dan jalan seperti yang dihitung, maka tahun ini akan defisit Rp32,8 triliun," ujarnya di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Untuk mengatasi defisit tersebut, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan kenaikan iuran untuk seluruh peserta yang terdiri atas penerima bantuan iuran (PBI), peserta penerima upah (PPU), dan peserta bukan penerima upah (PBPU). Kenaikan diusulkan mulai dilakukan tahun depan.
Namun, Sri Mulyani berpendapat kenaikan iuran PBI dan PPU pemerintah harus segera dieksekusi tahun ini. Ini dilakukan untuk memperbaiki arus kas (cashflow) BPJS Kesehatan yang tertekan.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan Kemenkeu, apabila pemerintah pusat membayarkan iuran PBI yang baru sebesar Rp42.000 per Agustus 2019 dan PPU pemerintah pusat dan daerah yang dikenakan 5 persen atas take home pay per Oktober 2019, maka BPJS Kesehatan akan memperoleh dana tambahan sekitar Rp18,5 triliun.
"Kalau kita lakukan itu untuk 2019 pemerintah akan bisa tambahkan ke BPJS secara cash," ucapna.
Untuk sisa defisit Rp14 trilun, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memprediksi hal itu bisa diatasi pada tahun depan dengan cara iuran PBPU kelas 1 naik menjadi Rp160.000 dan kelas 2 menjadi Rp110.000.
Apabila usulan dijalani, BPJS akan mengalami surplus Rp17,2 triliun tahun depan. Dari surplus tersebut, BPJS bisa menutup sisa defisit.
"Dengan demikian BPJS masih punya sisa Rp3 triliun," ucapnya.
Editor: Rahmat Fiansyah