Kementan Atur Perizinan hingga Pemanfaatan Pestisida
Pertimbangan pemerintah Indonesia adalah Formulasi Paraquat masih banyak digunakan, alternatif yang hemat biaya belum tersedia, serta adanya potensi implikasi pada perdagangan produk mengandung paraquat di masa depan. Selain itu, WHO hanya memasukkan parakuat kelas II moderately hazardous, sehingga Convention BRS harus mengumpulkan data lebih lanjut, masih diperlukan kajian sosial ekonomi ecotoxologi dan lingkungan masuknya formulasi paraquat dalam annex III.
"Sebagai komitmen pemerintah Indonesia, Kementan tahun 2018 dengan anggaran Rp2 miliar telah melakukan kajian dampak penggunaan paraquat diklorida terhadap kesehatan dan lingkungan di Indonesia. Hal itu dilakukan di Sembilan provinsi, yakni Jatim, Jateng, Jabar, Kalsel, Lampung, Sumut, Riau, Sulsel, dan Sulbar," tuturnya.
Penelitian pengaruh aplikasi pestisida berbahan aktif paraquat diklorida sudah dilakukan terhadap keamanan hayati, tanah dan lingkungan pada budi daya jagung oleh ITB, padi oleh UGM, dan kelapa sawit oleh IPB. Sedangkan pengaruh pada tanah, air dan tanaman oleh Balai Penelitian Lingkungan, Balai Besar Sumber Daya Lahan, Balitbang Kementan.
Hasil kajian menunjukkan, aplikasi penggunaan paraquat diklorida pada budidaya jagung, padi, kelapa sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisika dan kimia tanah, jumlah spesies, indek dominansi dan keanekaragaman spesies arthopoda tanah, komunitas fungi dan bakteri tanah. Hasil penelitian analisis residu menunjukkan masih aman digunakan.
Editor: Ranto Rajagukguk