Kilas Balik Pembangunan Jalan Raya Payakumbuh Tahun 1890, Gerbang Ekonomi Baru Sumatera Barat
Salah satunya adalah Jalan Raya Payakumbuh yang merupakan salah satu jalan yang dibuat cukup apik meskipun terdapat di luar Pulau Jawa. Kendati tidak lebih lebar dari jalan di Batavia, namun jalan raya ini terlihat sangat mendukung kegiatan masyarakat setempat. Terlihat jalan yang dibuat dilapisi oleh kerikil dan batu, bukan hanya lapisan tanah semata.
Hal tersebut menunjukan penyelenggaraan pembangunan dan pemeliharaan jalan di Sumatera sudah cukup terorganisir dan berjalan cukup baik di tahun 1890, yang pada saat itu masih berada di bawah Burgelijke Openbare Werken (BOW). Transportaannemers paling terkenal di awal 1880-an adalah Duemler, Townsend, Lie Joe Teng, Mak Tong, Lie Eng Hoa, Li Khong Haan, Abdul Gani Rajo Mangkuto, dan Si Nurut (Sumatra-Courant 25-8-1881).
Pembangunan jalan mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19. Pembukaan beberapa perkebunan besar dari tahun 1870-an mendukung perluasan pembangunan jalan. Jalan samping bercabang dari sekunder jalan di Solok, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, dan Pasaman dibangun ketika perkebunan besar dibuka di daerah itu.
Pembukaan perkebunan baru juga meningkatkan jumlah pengangkut barang. Sebagai hasil dari semua kegiatan pembangunan ini, tahun 1900 Gouvernement van Westkust Sumatra sebagai salah satu provinsi di luar Jawa, menyumbang jumlah jalan terpanjang dan jumlah jembatan terbanyak. Jalan kelas I (standar tertinggi) membentang sekitar 153 km, sementara ada sekitar 651 km jalan kelas II, dan sekitar 2.525 km jalan kelas III. Terdapat enam jembatan lengkung (boogbruggen) dengan panjang lebih dari sepuluh meter, 115 jembatan lengkung dengan panjangnya kurang dari sepuluh meter, dan sekitar 1.783 jembatan teknik menengah kerumitan kal (liggers dan vakbruggen) dengan panjang rata-rata 8 meter, serta 729 jembatan sementara di bawah keterampilan teknik.
Editor: Ranto Rajagukguk